Rangkuman Liburan


           Berbagi liburan ya, biar ga tegang terus.
          Tidak terasa, semester 6 sudah hampir setengah jalan. Kurang lebih dua pekan lagi kami akan menghadapi ujian tengah semester. Ya, begitulah waktu yang selalu berjalan maju, detik demi detik menghentak dalam bisik. Mengapa demikian? Buktinya sederhana, kita sering berkata begini,
            ”Gak kerasa ya udah mau lebaran lagi.”
            Atau, “Gak kerasa ya udah mau lulus aja.”
Dan tidak sedikit dari kita yang berharap waktu kembali, karena ingin melakukan hal yang menurut kita bisa membuat masa kini lebih baik. Padahal belum tentu.
            Masih kuingat jelas, semester 5 kemarin ditutup dengan pendakian ke Gunung Sumbing, yang katanya adalah kembaran dari Gunung Sindoro. Kesan berupa resleting tenda yang rusak dan tidak bisa ditutup, sehingga pintu tenda ditutup dengan matras milik Ulin. Saking kencangnya angin malam disana, matrasnya ikut terbang dan Alhamdulillah saat kami beranjak turun, matrasnya ditemukan. Aku datang ke Gunung Sumbing dengan penuh ambisi, mungkin karena Gunung Sumbing memiliki ketinggian tertinggi ketiga di antara gunung-gunung di Pulau Jawa.
Kami terpaksa membuat tenda disana, ceritanya panjang.

Kataku dalam hati, “Semoga bisa menjajaki puncak tertinggi ketiga ini, untuk melengkapi Seven Summit pulau jawa yang menjadi ambisiku”.
Dan Takdir Allah, kami tidak sampai ke puncak tertinggi Gunung Sumbing. Kami hanya sampai di salah satu puncaknya saja, bukan puncak tertinggi. Mau bagaimana lagi, perbekalan sudah tipis. Pipa sumber air yang kami harapkan di Pos 2 via Sipetung ternyata ikut terbakar saat kebakaran September lalu. Ya, Informasi dari Basecamp Sipetung bahwa kami adalah pendaki pertama yang mendaki via Sipetung pasca kebakaran. Tentunya kami harus menekan ego dan menguatkan hati, “Puncak Sumbing tak akan kemana-mana”. Setelah itu, liburan semester tiba.
Biar fotonya yang ini, lagi rusak semua.

Pengalaman-pengalaman baru muncul saat liburan kemarin, aku merasakan mie ayam terbaik di Jakarta yang pernah aku makan. Ini menurutku ya, bukan hanya rasa tapi juga porsinya raksasa. Kesan bukan hanya dari mie ayam, tapi itu sebagai penanda saja bahwa saya mengambil banyak pelajaran dari sekitar mie ayam. Ilmu, persahabatan sejati, sampai ke urusan rencana usaha, ya meskipun masih ngawang. Lalu, aku mulai lebih focus ke karya Buya Hamka. Ya, baru beberapa buku yang kubaca, karena saat aku dibawa Pakde ke salah satu took buku di pasar senen, ada karya Buya Hamka yang baru dicetak kembali. Liburan kemarin aku mulai membangun kembali apa yang sering aku runtuhkan di Semarang. Benar saja, sekarang disini bangunan tersebut mulai runtuh secara perlahan.
Sampai di Semarang, sebelum KKL (Kuliah Kerja Liburan Lapangan), Kami membentuk tim pendakian untuk senang-senang. “Tim Andong Wakikuy”. Terinspirasi dari Video Dzawin di Gunung Merbabu dengan sapaan pendakinya “Wakikuyyy” atau “Wukakik” saat bertemu dengan pendaki lain, dan itulah yang kami lakukan selama di Andong. Aku benar-benar merasa senangnya pendakian, meskipun pemandangan didominasi oleh kabut. Untuk ceritanya sudah kurangkum di sorotan instagramku. Dicek saja sendiri.
Orang-orang yo'i anggota Andong Wakikuy ga minta orang lain fotoin hasilnya ya gini.

KKL tiba-tiba datang, seakan-akan mengembalikan kenangan SMA saat studytour ke Yogyakarta, salah satunya ke UGM dan sepertinya angkatanku di SMA tidak ada satupun yang kuliah di UGM. Satu lagi, KKL mengingatkanku lembur input POI(Point of Interest) di salah satu WebGIS perusahaan terkenal, buat ongkos dulu pikirku, padahal nggak juga. KKL punya kenangan tersendiri, pertama kali menginjakkan kaki di Bali dan Lombok. Terlebih lagi masih diberi kesempatan untuk mampir di Gili Trawangan. Snorkeling kedua, jelas berbeda. Gili berbeda dengan pulau tidung. Airnya lebih jernih, ya pokoknya beda. Sayang saja jika jauh-jauh ke gili tidak merasakan wisata bahari disana.
Gili ah di kelitikin.

Joger, aku pertama kali kesana ya kemarin saat KKL. Joger membuatku pusing karena begitu banyak produk yang mereka jual, dan mereka sendiri bilang produknya jelek-jelek. Joger benar-benar membuatku melihat bahwa seni dijual mahal disini, meski harga satuannya relatif murah. Kata guide kami dibus, “Yang Joger jual adalah kata-kata.”
Lain lagi halnya saat kami mendatangi Lombok Exotic, yaaa Jogernya Lombok mungkin. Tapi suasananya kemarin sungguh berbeda, Joger penuh manusia, Lombok Exotic penuh dengan anak-anak Geodesi Undip(Manusia juga). Produk yang dijual disana bagus dari segi bahan dan desain. Mereka mengedepankan desain Ethnic, itu yang aku tangkap. Justru itulah kelebihannya, sangat banyak desain sehingga bingung memilih, semuanya bagus. Mau di Joger ataupun Lombok Exotic, yang terpenting adalah punya duit buat belinya.
Tulisan rangkuman ini setidaknya menjadi obat rinduku dalam menulis. Padahal menulis itu benar-benar tentang kepuasan diri buatku, jadi sedikit merasa fresh setelah menulis. Tapi memang aku yang kurang menyempatkan diri untuk menulis. Heleh. Sekian dulu, sudah pukul 21.42, dan ba’da Isya tadi saya merendam baju yang harus segera dicuci biar gak bau karena kelamaan di rendem. 
Sambal Terasi.


Saat Aku Pulang (Part 2)


              Begitu memasuki rumah, hal yang aku lakukan adalah melihat sekeliling ruang keluarga dan menemukan beberapa hal baru. Tertata disana dua buah freezer berbentuk kulkas(paham ga? Hehe), lalu meja dan bangku makan, serta televisi yang berubah kembali menjadi TV tabung setelah kemarin berganti TV LCD. Katanya, kursi dan meja makan itu pemberian dari adiknya mama, dan dua freezer untuk menambah kuantitas es batu yang dijual mama, sedangkan TV LCD-nya rusak. Selanjutnya aku shalat subuh lalu lanjut ngobrol santai dengan orang rumah. Ternyata ada beberapa kebiasaan yang berubah, sekarang mama jadi lebih pagi berangkat ke warung, warung ya? Beberapa hari belakangan aku berpikir bahwa Mas ku yang pertama sekarang kerja, kedua kakak ku juga kerja, aku kuliah jurusan teknik dan calon tukang kerja juga nanti, adik ku mengambil tata boga di SMK, lalu nanti siapa yang melanjutkan warung? Tiba-tiba teringat film “Cek Toko Sebelah” yang diperankan oleh Ernest Prakasa dkk. Mba Ririt yang jadi lebih siang ke kantor karena baru pindah kerja di tempat yang lebih manusiawi, katanya.
            Beberapa hal yang aku lakukan dirumah ya, makan es krim aise(u know lah merk ini), Di warung aku melihat freezer aise dengan varian rasa terlengkap yang pernah aku lihat, di Semarang aku jarang makan es krim sih. Dirumah juga aku beberapa kali diperintahkan untuk mengulek bumbu sayur atau bumbu apa yang perlu di-ulek, dan aku masih saja belum bisa mengulek se halus mama atau Mba ririt, entah ini sudah percobaan keberapa di beberapa tahun terakhir, namun belum juga mahir.
            Malam Ahad seperti biasa, aku ke Cilangkap dengan sahabatku, sosok yang sangat langka bukan karena sering diburu dan terancam punah, tetapi sosok yang terus bertahan pada pendirian di akhir zaman yang penuh dengan berbagai cobaan. Aku sengaja memintanya untuk lebih awal hadir disana supaya ada waktu untuk ngobrol dan mencurahkan isi hati yang perlu di keluh kesahkan. Ya memang lemah manusia ini. Meskipun ia adalah orang yang tidak ikut organisasi atau UKM kampus kecuali karena terpaksa tuntutan syarat suatu beasiswa, tapi aku yang notabene aktif di organisasi kampus sering meminta pendapat tentang organisasi kepadanya. Tidak ada batas untuk suatu nilai, dikosanku nyatanya lebih sopan dan asik adik tingkat yang bahkan tidak ikut pelatihan LKMMPD dibandingkan adik tingkat yang ikut pelatihan LKMMD (satu tingkat diatas LKMMPD). Banyak pelajaran yang diambil saat itu, ditambah intinya malam itu membahas tafsir Al-Baqarah mengenai riba, dan betapa baiknya agama kita ini, tidak sedikitpun dalam muamalah ingin merugikan manusia lain.
            Memang waktu pulang ini sangat singkat, hari senin aku ikut ayahku bekerja ke kota, yang dari kecil aku ikut sampai sekarang aku belum mahir mengenai pekerjaannya. Malam tiba, setelah mama banyak masak enak karena aku pulang, akhirnya beberapa potong daging rendang (sepertinya semuanya deh…) dibungkus untuk bekalku ke Semarang. Kalau ditanya kenapa mama masak enak saat aku di Jakarta, katanya mumpung anaknya lagi pulang. Mungkin mama sangat pengertian, bahwa anaknya diluar sudah terbiasa dengan makanan yang bukan masakannya. Padahal dari kecil aku selalu makan apa yang mama masak, keluarga kami sangat jarang membeli sayur ataupun lauk diluar, mama selalu memasak untuk kami. Begitulah.
            Setibanya di Pasar Senen, masih jam 10 malam saat itu, keretaku berangkat pukul 11 malam. Tapi, ayah bilang ingin pulang duluan, tidak seperti biasanya yang selalu menungguku hingga masuk kereta. Sudah ngantuk, katanya, sudah tua, katanya. Aku tersadar.
            Selesai.

Saat Aku Pulang (Part 1)


Bismillah,
            Jum’at tepatnya tanggal 26 Oktober lalu sebuah kajian Riyadhus Shalihin bab 96 mengenai memberikan wasiat atau nasihat kepada seorang sahabat tatlaka hendak berpisah atau safar, mengantarkan saya sebelum pulang ke Jakarta malam itu. Salah satu ayat yang dibawakan saat itu adalah surat Al-Baqarah ayat 132. Allah Ta’ala berfirman :
وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" [Al-Baqarah (2) : 132]
Nasihat yang merupakan sebuah inti dari kehidupan ini, dan harapan bagi setiap orang yang diberi hidayah oleh-Nya. Janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Setelah kajian, sahabatku yang datang bersama malam itu langsung meminta saya untuk mengamalkan isi dari kajian, karena aku termasuk dalam kategori ingin berpisah dengan mereka saat itu. Ya, meski hanya untuk beberapa hari. Sedikit hal yang harus direnungkan, Kita selalu punya teman untuk tertawa bareng, teman olahraga bareng, naik gunung atau hobi lainnya, tapi apakah kita punya teman yang diam-diam mendoakan kita, menyebut nama kita dalam keheningan suasana berdo’a, meminta kebaikan untuk kita kepada Sang Pencipta?
Suasana didalam kereta Ekonomi tapi kok nyaman.

Tepat pukul 20:20 kereta meluncur dari Stasiun Tawang Semarang dan dijadwalkan tiba di Stasiun Jatinegara pukul 2:52 dini hari. Setelah berpelukan dengan sahabatku yang mengantar sampai di stasiun, aku langsung mencari mesin pencetak tiket untuk segera bisa masuk kedalam stasiun yang sebentar lagi memberangkatkan kereta yang akan saya tumpangi. Tidak lupa aku mengabarkan kepada keluarga dirumah bahwa anak yang suka bikin gaduh di rumah akan segera sampai beberapa jam lagi. Sampai di Jatinegara, aku bertemu dengan salah satu rekan seperkuliahan yang juga pulang ke Jakarta malam itu. Lalu kami berdua memesan Ojek Online, dalam beberapa detik, pesanan rekanku ini langsung diterima. Tidak denganku yang harus menunggu agak lama sehingga ada yang bersedia mengantarku dari Jatinegara sampai ke Cibubur di pagi buta. Jelas, ongkos kami lumayan jauh beda. Rekanku butuh Rp. 10.000 untuk bisa sampai kerumahnya, sedangkan aku butuh Rp. 51.000. Jarak semakin jauh, bayaran menyesuaikan.
“Ya kalo didaerah sini mas, orang pada males kalo harus ambil yang jauh-jauh. Ini saya dapet masnya nganter jauh karena buangan aja dari yang lain gaada yang ngambil. Mereka itu yang penting deket dan bisa bolak-balik mas, soalnya berapapun nominalnya tetep dapet poinnya satu aja. Nanti kalo udah banyak poin bisa ada bonus. kalo saya mah gapapa mas, namanya rejeki”. Begitu kata Abang Ojek Online.
Abang bilang, kalau dia lagi asyik main Mobil Lejen dengan anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar, lalu datang orderanku. Padahal itu jam tiga pagi. Pandanganku sedikit buruk tentang kebiasaan hidup Abang ini, namun di dalam perjalanan ini juga Abang Ojek memberiku banyak pelajaran. Sepanjang perjalanan sepertinya kami tidak pernah habis bahan pembicaraan, mulai dari curhatan narik ojek, sampai dengan Ibadah Umroh.
Pasar Keramat Jati, entah kapan disana tidak macet.

“Biasanya kalo perhari dapet berapa bang narik?”, Tanyaku, mungkin agak sensitif.
“Mas, kalo saya sehari dapet dua ratus ribu itu udah pegel-pegel badan. Itu belum bersih ya mas. Saya tuh kalo makan selalu dirumah mas, kalo nongkrong di Basecamp juga paling ngopi segelas trus narik lagi. Soalnya, banyak ojek yang kerjaannya nongkrong doang mas di Basecamp dan pulang ga bawa duit. Saya gak mau kaya gitu mas. Saya ngerokok pun ini yang paling murah, apa itu namanya, yang waranya putih. Neslite ya?, ya Alhamdulillah lah mas”. Pertanyaan singkat yang dibalas dengan penjelasan paket komplit. Belum selesai, lalu Abang Ojek melanjutkan.
“Alhamdulillah saya udah Umroh mas, tahun 2016. Waktu itu saya daftar ada promo itu travel XXX(disamarkan), 14 Juta bisa Umroh. Biasanya 20 Juta mas. Tapi sekarang itu agen lagi ada masalah mas. Abis saya berangkat, saya bantuin ngurus temen sama perempuan tapi bukan suami istri. Perempuannya udah tua renta mas. Nah mereka berdua mau Umroh saya kasih tau dan urusin yang 14 Juta itu. Eh sampe sekarang bermasalah itu belum berangkat juga, ada kasus mas. Uangnya juga ga kembali. Ribet kalo ngurus-ngurus uang gitu apalagi udah ke ranah polisi mas.” Tambahannya mungkin sebagai toping pelengkap dari paket komplit sebelumnya yang ternyata belum bisa disebut paket komplit karena belum komplit (?).
“Mas abis darimana?”, ia gentian bertanya.
“Saya kuliah bang, di Semarang.”
“Ngambil apaan mas?”, lanjutnya.
“Teknik Geodesi di Undip bang”
“Wah Teknik Geodesi yang mana?”
Hmmmm… sudah kuduga. Entah berapa orang yang telah bertanya aku kuliah ambil apa namun berlanjut dengan pertanyaan apa itu Geodesi. Setelah sedikit kuberi gambaran, lalu Abang Ojek melanjutkan.
“Wah yang suka ngeker-ngeker gitu kan mas kalo tanah-tanah gitu?”, sambil memeragakan ngeker dengan tangan kirinya membentuk kode “oke” dengan pertemuan antara ibu jari dengan jari telunjuk.
“Nah iya, itu geodesi juga bang”.
Banyak wejangan dari Abang Ojek yang saya dapat, satu nasihat terakhir sesaat ingin sampai rumahku, ia bilang,
“Mas, kuliah yang fokus, gausah pikirin atau main-main sama perempuan dulu. Saya akuin bener mas, perempuan itu godaan terbesar buat laki-laki. Perempuan itu gampang mas, maksut saya tapi bukan berarti gampangan. Kalo kita cuek, perempuan yang agresif mas sekarang mah. Belajar dulu yang banyak, nanti perempuan dateng sendiri yang cocok”.
Tidak lama setelah itu, kami memasuki kawasan padat penduduk alias gang senggol yang hanya bisa dilewati satu mobil dan sangat sempit.
“Nah, ini baru nih Jakarta mas!”, begitu katanya.
Lalu saya bertanya, “Tau jalan baliknya bang?”.
“Kaga”, sambil sedikit tertawa.
Lalu setelah saya sampai, kami berpisah diwaktu subuh. Saya hanya bisa membekali dua gelas air mineral bungkusan. “Udah mas satu aja cukup saya”. Lalu dia mengembalikan satu kepadaku dan pamit.
Sampai dirumah, tentunya saya disambut orang pertama yang selalu membukakan saya pintu ketika saya pulang dari Semarang. Mama.
.
.
Bersambung Insya Allah …
.
Baca Juga :