100 %

23.06 Dery Rizki Purwanto 1 Comments



Foto Liburan Semester Lalu.

  Disaat pertanyaan datang, “Bagaimana presentase membagi antara waktu kuliah dan berorganisasi(non-akademis)?”, dia menjawab, “Saat orang lain berpikir bahwa mereka membagi 50% untuk kuliah dan 50% untuk berorganisasi, saya tidak seperti itu. bagi saya, saya harus 100% saat menjalankan hal-hal tersebut.”

     Mungkin tidak sama persis, namun intinya seperti itu yang diucapkan oleh kang Ujang Purnama dalam salah satu wawancara yang  sekarang saya coba cari sumbernya tapi tidak ketemu. Pertama kali aku tahu namanya, tatkala aku baru tahu apa itu Ganesha Prize. Kang Ujang adalah penerima gelar Ganesha Prize  2015, bisa dibilang itu adalah penghargaan bergengsi yang ada di ITB.

     Sangat termotivasi, saat aku membaca wawancara tersebut tahun lalu. Namun, sekarang aku sadar bahwa menerapkannya jauh lebih butuh ekstra usaha. Tak terasa, sunnguh, semester tiga telah usai. Sambil mengisi waktu menunggu waktu keberangkatan kereta besok siang, ya aku tulis ini. Satu hal kesimpulan dari semester tiga yaitu grafik menurun. Sistem 100% belum bisa diterapkan oleh diriku. Namun, banyak hal yang bisa dipelajari di semester ini. Tugas lebih banyak, laporan praktikum lebih banyak, baru mengenal organisasi, memimpin sebuah kepanitiaan, membimbing mahasiswa baru,  project dari kating, sampai  jatuh cinta(?), ada di semester tiga. Aku masih berada di gerbang. Welcome to Geodesy.


Selamat liburan!

1 komentar:

Beberapa Ratus Meter dari Undip

05.46 Dery Rizki Purwanto 0 Comments



Salam dari Mawar.
  
    Gerimis manja menyelimuti sore ini, sejuknya udara semakin mendukung tubuh ini untuk segera telentang dikamar kos tercinta. Ditambah lagi tenaga telah terkuras oleh kegiatan hari ini yang entah kenapa terasa sangat melelahkan. Aku membuka pintu kamar kosku dan berharap bisa langsung tidur nyenyak, namun ada satu hal yang masih terpikirkan oleh diri ini. “Aduh, ada rihlah rohis jurusan ya”, ternyata masih ada satu agenda lagi yang mengharuskan diriku tidak bisa tidur di kos malam ini. Acara yang mana diadakan di Camp Mawar, Gunung Ungaran , ini sempat membuatku putus semangat untuk bisa menghadirinya, “Yah, langsung tidur aja kayanya ini nanti habis Isya. Toh ada alasan juga karena capek seharian gini belum istirahat”. Tak lama setelah aku mandi, Adzan maghrib berkumandang. Panggilan yang sangat penting dihadiri lebih dari apapun.

    Aku bersiap ke masjid, dan dengan tenaga yang tersisa aku memenuhi panggilan Allah tersebut. Setibanya di masjid dan sampai selesai shalat, aku melihat salah satu temanku yang juga seharusnya ikut ke agenda rihlah, Wahyudi. Wahyudi terlihat telah siap untuk berangkat, terlihat dari daypack yang ia bawa.

“yud, mau berangkat rihlah?” sapaku.

“iya der, mau bareng?” balasnya.

    Kenapa harus bertemu dengan orang ini disaat seperti ini, mau tak mau aku harus menerima tawarannya untuk berangkat bersama.  Si panjul emang ye.

“oke, aku balik kos sebentar siap-siap ya”.

    Setelah siap, aku dan Wahyudi langsung menuju salah satu swalayan tempat meeting point dengan teman lainnya. Setelah kami berkumpul, yang kami sadari adalah sekarang telah memasuki waktu Shalat Isya. Muncul pertanyaan yang mungkin sudah bisa ditebak, “solat dimana nih?”. Pertanyaan tersebut memancingku untuk menjawab, “di Ngesrep aja, deket kosku yang dulu”. jawabanku tersebut barangkali terlihat tidak berdasar, namun dari lubuk hati yang paling dalam ada maksud terselubung. Aku rindu tempat itu. Kami berempat berangkat, dan sesaat ingin sampai masjid tujuan, aku mendengar suara yang tak asing bagi telingaku.

“Nah ini yud, asli ya! Kangen banget aku sama suara adzan bapaknya ini”, Refleks mulutku berkata demikian setelah mendengar adzan yang kurindukan.

    Bukan hanya suaranya yang aku rindukan dari tempat ini, tapi segalanya. Padahal baru hampir satu semester aku pindah kos ke dekat kampus. Singkatnya, setelah wudhu aku menjadi orang kedua yang masuk ke masjid tersebut di waktu isya ini setelah bapak yang mengumandangkan adzan tersebut. Kubuka pintu Masjid Al-Kautsar Ngesrep ini, yang mana langsung membuat hidungku mencium wangi khas masjid yang belum berubah sama sekali. Aroma memanggil kenangan.

“Assalamu’alaikum pak”, salam pertamaku mengawali pembicaraan kami setelah beliau mematikan pengeras suara yang digunakannya untuk adzan barusan.

“Wa’alaikumsalam, monggo monggo”, jawabnya yang masih belum mengenali wajahku.

“Masih ingat saya pak?”, tanyaku dengan nada sedikit sok asik.

“Siapa ya mas?”, jawabnya dengan pertanyaan balik kepadaku.

“Ini Dery pak”, jawabku dengan harapan bapak ini masih ingat denganku.

“Oh, Dery. Lagi ada apa kesini?”, jawabnya yang masih dibubuhi pertanyaan.

“Ini lagi main aja pak, mau ke Ungaran ada acara dari kampus. Sekalian mampir”, Jawabku yang masih ragu apakah bapak ini masih benar-benar mengingatku.

“Oh ada acara apa? Berkaitan dengan geodesi?”, jawabannya yang satu ini meyakinkanku bahwa beliau masih ingat denganku.

“enggak pak ini cuma acara main aja pak”

“Oh ta kira ada acara apa gitu mas”, jawaban yang secara tak langsung mengakhiri pembicaraan kami sebelum kita sama-sama shalat sunnah.
Mereka sadar kamera, Ini Masjid Al Kautsar.


    Sekilas tentang beliau yang mana selalu lebih sering mendahuluiku untuk datang ke masjid selama aku masih ngekos di Ngesrep. Beliau juga pernah cerita kalau ternyata beliau adalah alumni Teknik Sipil Undip  tahun 1978, kalau tidak salah ya. Bukan hanya beliau, melainkan juga beberapa bapak sepuh tetangga beliau juga merupaka alumni Teknik Sipil Undip, termasuk salah satu imam tetap masjid ini, Pak Munawir. Waktu awal aku masih bersama ayahku disini, ayahku sering ngobrol dengan Pak Munawir. Sampai pada pertanyaan yang diajukan oleh ayahku waktuitu kepadaku,

 “Ri, menurut kamu itu bapak yang jadi Imam umurnya berapa?”, tanya ayahku dalam suatu obrolan yang aku sudah lupa kapan waktu tepatnya.

“berapa ya, ….,” aku lupa berapa jawabanku saat itu.

“Bapak itu umurnya 78 ri, tapi hafalannya masih kuat ya”, jawab ayahku. 

    Terdapat keraguan berapa umur Pak Munawir dalam tulisanku ini, yang aku ingat antara 76 atau 78 umur beliau saat itu. yang mana sekaligus membuatku yang di cap sebagai pemuda agen perubahan ini sedikit malu.

    Berbicara soal, tempat, wangi, dan suasana malam itu, yang mana tanpa sadar ternyata memancing diriku untuk mengakui bahwa “betapa rindunya aku dengan suasana disini”. Rindu pun memicu kekhusyukan dalam shalat. Membangkitkan jiwa yang telah lama tertunduk dengan agenda rapat dan program kerja. beginilah takdir, boleh jadi kita benci untuk melakukan sesuatu tapi ternyata apa yang dilakukan adalah salah satu obat mujarab penghilang kelelahan. Masih kuingat beberapa menit lalu kalau aku tidak berangkat dan lebih memilih tidur, mungkin tidak lahir tulisan ini. ☺


    Singkat cerita aku menjalankan agenda dengan penuh suka cita dan kenyang senang, serta selamat kembali sampai kosku lagi. Kuliah lagi. Rapat lagi. Proker lagi. Jangan lupa ngaji. Semangat!
Bonus, Foto mas-mas masak mie.

0 komentar:

Telfon Ajaib

06.06 Dery Rizki Purwanto 0 Comments



“Aku keatas dulu ya mau telfon sebentar”, kataku kepada temanku yang jogging bersamaku sore itu.

     Aku menaiki entah berapa anak tangga, dan aku sampai di tribun stadion. Aku colok Headset di smartphone-ku, lalu aku pasang speaker headset-nya di telingaku. Aku menekan 021, kode daerah Jakarta dan sekitarnya lalu diikuti dengan nomor telfon warungku karena aku kira sore itu warung belum tutup. Setelah aku tunggu bunyi ‘tuutt’ beberapa kali, ternyata tidak ada yang mengangkat telfonku. Dengan penuh kepastian aku mengganti nomor yang aku telfon menjadi nomor telfon rumahku. Hanya menunggu sebentar lalu tersambung, kami sama-sama memberi salam “Assalamu’alaikum”, dan kami juga menjawab salam “Wa’alaikumussalam Warahmatullah”. Setelah itu orang tercinta yang mengangkat telfonku berkata, “Ada apa sayang? Mamah telfon balik atau gimana?”.”Iya mah, telfon balik ya”, kataku yang sebelum menelfon sempat cek pulsa yang hanya tersisa dua ribu rupiah-an. Sekitar tiga menit, ya menurutku sedikit lama memandangi layar smartphone menunggu telfon. Tiba-tiba telfon masuk, langsung ku angkat. Seperti biasa, tanya jawab.

“Lagi dimana ri? Kok suaranya rame?”.

“Iya mah, ini abis lari di stadion”.

“Loh lagi ngga di kosan? Udah mau magrib”.

“Iya dikit lagi pulang mah. ini sekarang kosanku deket mana-mana mah, deket kampus(Lumayansih), deket stadion, deket tempat ngaji juga”.

“Oh iya ri gimana kabarnya?”

     Lalu aku mulai cerita tentang UTS, yang mana baru besok akan benar-benar menghadapi UTS yang sesungguhnya(Baca : Besok Hiper). Beliau cerita seperti biasa, cerita warung, dan selalu di akhiri dengan “Alhamdulillah ri”. Sampai akhirnya Mamah cerita tentang Deniv.

“Ini lho ri, adikmu susah banget bangun subuh sekarang”.

“Oh iya, anaknya mana mah?”

“Ini ada, baru pulang ngaji. Suruh solat subuh coba ri”.

     Kali ini berbeda, kata perintah “Suruh solat subuh coba ri”. Tidak langsung aku laksanakan. Mengingat aku lagi dodol-dodolnya belakangan ini. Bagaimana bisa aku nyuruh solat tapi dua tiga hari terakhir subuhku juga kesiangan. Entah kenapa pada saat itu juga teringat kisah  Umar bin Khathtab Radhiallahu’anhu saat diminta menjelaskan besarnya pahala membebaskan budak, sementara saat itu beliau Radhiallahu’anhu masih memiliki budak. Beliau tidak berkata kecuali setelah beliau pulang dan membebaskan semua budaknya. Meskipun begitu, aku tetap berkata kepada adikku saat itu “Solat lu nip, kata mamah lu susah dibangunin ya”. Seperti biasa, dia hanya menjawab iya. Singkat cerita, telfon berakhir.


     Kadang memang aku bingung, saat sedang penat di perantauan harus berbuat apa. Namun sekarang, mungkin sudah mulai tercerahkan. Alhamdulillah. Sederhana, mungkin hanya sekedar menelfon rumah dan memberikan sepenuhnya perhatian pada suara yang berada di telfon. Mumpung masih bisa telfonan, kalo kata si ‘Pakde’,Hal-hal sederhana yang nampaknya remeh, tapi akan sangat bermakna ketika sudah tak bisa lagi dilakukan”.

0 komentar:

Aku Ingin Ada Tulisan INDONESIA di Punggungku!

08.22 Dery Rizki Purwanto 0 Comments

Maaf, tulisan ini sudah dipindah ke ;ink berikut :
https://purwanto.travel.blog/2017/08/17/aku-ingin-ada-tulisan-indonesia-di-punggungku/
Selamat membaca!

0 komentar:

Ini Hijrahku!

02.10 Dery Rizki Purwanto 2 Comments


   
   Bismillah, semoga Allah senantiasa memberikan nikmat terbesarnya, nikmat Iman, Islam, dan Hidayah kepada kita semua sampai akhir hayat kita. Aamiin

     Assalamu’alaikum Warahmatullah

   Sebelum masuk kedalam cerita yang saya tulis ini, cerita ini saya dedikasikan untuk orang-orang yang mungkin masih mencari dengan penuh semangat arti sebuah kehidupan. Disini bukan berarti saya lebih hebat dari teman-teman semua, atau apa, saya masih sadar saya masih sangat jauh dari kata ‘baik’. Apalagi ‘sangat baik’. Tulisan ini bisa jadi sebagai biografi kecil saya sampai saya mengenal kata hijrah. Meskipun saya mengakui saya masih level dibawahnya level yang paling cupu kalau soal hijrah ini. Semoga apa yang saya tulis ini bisa bermanfaat, tidaklah saya tulis ini kecuali untuk diambil manfaatnya, dan semoga Allah lindungi saya dari riya’. Aamiin.

   Alhamdulillah, saya lahir di keluarga yang peduli terhadap Agama. Dari kecil saya sudah ditekankan untuk mengaji di ustadz atau ustadzah kampung. Kalau saja saya tidak datang ke pengajian atau dengan sengaja bermalas-malasan, kemarahan orangtua lah konsekuensinya. Begitu pula dalam hal shalat, meskipun saya belum ditekankan untuk shalat di awal waktu, namun orang tua saya sangat peduli tentang shalat lima waktu setiap anaknya. Pernah dalam suatu kondisi saya bermain bola sore-sore, mungkin semua anak laki-laki pernah merasakannya, yang mana peluit akhirnya adalah Adzan Magrib. Waktu itu saya belum shalat ashar, dan beberapa menit lagi Adzan Magrib, tiba-tiba ayah saya datang membawa batang pohon pisang (yang tempat melekatnya daun pisang) yang berbentuk pecut untuk menyuruh saya pulang dan melaksanakan shalat. Saya memang menangis waktu itu hanya karena disuruh shalat, ayah saya tidak menyabet saya kecuali hanya 3 atau 4 kali sabetan. Dulu saya sering berpikir dalam akal bocah saya, “mengapa hanya saya yang diperlakukan seperti ini? Teman-teman saya dibiarkan orang tuanya tidak shalat, hidup tidak adil, hidup ini kejam”. Sekarang, saya sangat berterimakasih kepada ayah saya, dan ibu saya juga yang selalu menenangkan saya saat saya sedang ”diberi kasih sayang” oleh ayah saya saat itu. Semoga Allah menjaga mereka berdua dalam ketaatan kepada-Nya. Aamiin.

    Saya juga sekolah tingkat dasar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri. Sekolah tersebut tentunya berdasar agama Islam, dengan pelajaran tambahan ke Islam-an juga. Semua murid dan guru yang wanita berkerudung, dan menggunakan rok panjang. Begitu pula yang laki-laki, semuanya menggunakan celana panjang. Saya sangat merasa tidak bebas bersekolah disini, pelajaran lebih banyak, semua siswi pakai kerudung, apa yang bisa bikin saya tertarik disini?. Pemikiran saya tentang lawan jenis sedari kecil sudah di pengaruhi oleh lingkungan. Saya punya teman rumah yang bersekolah di sekolah negeri biasa, dia bercerita kalau teman-temannya sudah mulai berpacaran. Bergandengan tangan, saling suap makanan, saling pangku atau menyenderkan kepala ke bahu. Ini bukan tingkah anak remaja, tapi tingkah anak sekolah dasar. Mungkin teman-teman ada beberapa yang sudah melihat kejadian kurang pantas ini, entah di meme atau apa. Ya soalnya saya pernah liat. Ya wajar saja kalau lingkungan anak-anak yang masih suka meniru ini menonton entah langsung atau dari televisi kebiasaan sangat buruk itu.

    Semakin saya tumbuh memasuki masa remaja, saya meminta kepada orang tua saya untuk masuk di SMP Negeri. Tentu karena beberapa alasan juga, karena saya merasa berat jika berada di sekolah berdasar Agama, harus belajar Bahasa Arab lah, menghafal Al-Qur’an dan Hadits lah, belajar Aqidah, Akhlaq dan Fiqih, sampai Sejarah Islam juga harus dipelajari. Karena pikiran bocah saya dulu menganggap itu hanya membebani hidup saya saja, jadi saya meminta sekolah di SMPN dan dikabulkan oleh orang tua saya. Mulai lah dari sini pengawasan mereka terhadap saya mulai berkurang. Ditambah sekolah umum yang mengajarkan Agama ala kadarnya saja. Dari kelas 7 saya mulai melihat kerasnya kehidupan, teman-teman yang asal berkata kotor, mulai berani menggoda lawan jenis, mencontek terang-terangan, kesenangan berdasarkan menghambur-hamburkan uang. Tentu saja, tidaklah saya berteman dengan seorang pandai besi kecuali saya juga terkena bau gosongnya itu. Saya tipe orang yang bisa dibilang tidak terlalu bandel saat itu, saya tidak suka tawuran, merokok, dan hal-hal berbau “ke-cowok-an” lainnya. Tapi mulai dari SMP ini paradigma saya tentang kehidupan mulai dipermainkan(lagi) oleh lingkungan. Saya sangat sering bermain game online di warnet, tentunya shalat juga jadi ala kadarnya. Kalau  ingat dan sempat ya shalat, biasanya juga di akhir waktu. Disamping itu juga mulai timbul rasa-rasa ingin kenal lebih dekat dengan lawan jenis. Semboyan yang dipegang saat kecil dulu ,“Anti pacaran sampai bisa cari uang sendiri” pun sepertinya akan dilanggar. Ya, kelas 8 saya mulai berpacaran. Di SMP saya punya 2 pacar, dan semuanya cantik. Saya kalo cari pacar itu pasti yang “diperhitungkan” sama laki-laki yang lain. Ini bukan politik. Bukan juga kesombongan. Ngapain nyombongin dosa?. Dan di Akhir SMP Alhamdulillah saya dapat nilai yang memuaskan, seenggaknya bisa nutup-nutupin buruknya saya di SMP itu, walaupun cuma sedikit.

    Masuk ke SMA, saya semakin jago dalam hal pacaran. Dari masuk kelas 10 saya sudah melirik-lirik lawan jenis, pdkt, kalo jadi ya pacaran kalo engga ya deket doang. Di SMA juga saya makin tertarik dengan musik. Sampai-sampai pernah kepikiran mau ikut pencarian bakat vokal. Untungnya belum. Soal musik juga saya bisa dibilng gembongnya. Memori Handphone penuh dengan musik-musik ter-update. Di tiap kelas disekolah saya kebetulan ada speaker untuk menunjang pembelajaran. Speaker nya juga bisa di colok ke handphone, dan biasanya kalo kelas lagi kosong anak-anak labil SMA suka menggunakan speaker itu untuk mendengarkan lagu bareng-bareng. Dan yang Handphone saya termasuk yang sering dicolok ke speaker untuk mendengarkan lagu-lagu pada saat itu. Yang ada dipikiran saya saat SMA adalah sekolah, dapat uang jajan, nilai aman, selesai. Uang jajan buat pacaran, atau patungan ngerayain ulang tahun temen. Entah untuk buat beli kue atau beli telur dan terigu untuk disasarkan ke yang ulang tahun. Nilai saya aman didapat dari mencontek. Hati merdeka saat guru tidak bisa mengajar. Ya, mungkin inilah kehidupan SMA yang katanya adalah masa-masa paling indah. Meskipun ga semua hal buruk yang saya lakuin di SMA, ya lumayan banyak juga yang baiknya sih. Lumayan. Ada sedikit cerita lucu saat saya pacaran. Kebetulan saat itu saya punya jenggot dua atau tiga helai, lalu mantan pacar saya itu bilang “itu dipotong dong jenggotnya”, lalu saya jawab apa? “gak mau ah, ini sunnah”. Lucu kan. Well, yang saya yakini, diluar sana banyak orang-orang polos yang belum tobat ya karena mereka merasa apa yang mereka lakukan tidak salah. Padahal kalau dilihat dari percakapan di atas, jelas pacaran dengan memelihara sunnah itu bertentangan. Suka ketawa sendiri saya kalau ingat itu. Pacaran everytime, musik everytime, shalat ya jalan sih. Kalo bablas juga bablas. Jarang bantuin orang tua dirumah, pulang dari sekolah magrib atau hampir karena main sama teman atau pacar sampai lupa waktu. Sampai dirumah alasannya capek, ga belajar. ga jarang juga marah-marah gajelas karena efek galau gara-gara pacar. semuanya saya marahin, orang tua, adik, ya semua yang dirumah. Hidup saya kacau. Mood sangat mudah berganti, kadang suka berfikir untuk bunuh diri. Ini Karena galau gara-gara pacar, ditambah saya lari ke musik, pakai headset dengan volume keras. Shalat ya shalat, tidak dihayati. Al-Qur’an dibiarkan berdebu. Kadang suka bengong dengan pandangan benar-benar kosong. Saya merasa hidup saya benar-benar kacau, masalah semua hidup saya ini. Sampai akhirnya saya mulai dekat dengan orang yang mana melalui orang itu, Allah memberikan hidayah-Nya kepada saya.

    Sebenarnya saya sudah lumayan dekat dengan orang ini, dalam artian kalau ada kerja kelompok atau apa ya kadang sama dia juga. Saya suka putarkan musik-musik biasanya kalo lagi kerja kelompok, coldplay, imagine dragon, sampai slank dan ‘masa lalu’ nya Inul Daratista juga saya putar. tapi dia diam saja, ngga bawel. Salah satu sarana yang membuat saya semakin dekat dengan orang ini, kerja kelompok. Ya intinya, orang ini sering dirujuk sebagai konsultan syariah kelas 12 IPA 4 saat itu. pada suatu hari ada kabar bahwa salah seorang guru di SMA kami meninggal, murid-murid dipulangkan lebih awal, saya ingat hari itu adalah hari Jumat. Murid-murid banyak yang melayat sampai mengantar ke makam beliau. Saya kebetulan mengendarai motor dan boncengan dengan teman saya ini. Entah kenapa hari itu punya banyak hikmah bagi saya, dimulai saat melayat guru saya itu, saat menyolatkan pun tidak tahu mengapa air mata saya lumayan deras mengalir. Padahal guru ini sama sekali tidak pernah mengajar saya karena ilmu yang di ajarkannya di bidang IPS. Kejadian ini seingat saya masih saat semester 5 di SMA. Setelah menyolatkan beliau, cuaca hari itu hujan, saya berbicara ke teman saya ini. Sebut saja namanya Ki. “Ki, kayanya gua ga ikut nganterin Ibu X ke makam deh. Mau langung balik aja, lu gua anterin balik aja ya?”. Dia tetap mau mengantar Ibu X ke makam , yang padahal jaraknya lumayan jauh dari rumah beliau ini. Dia bilang “Yaudah der kalo lu mau pulang, gua tetap mau kesana, mau sekalian mampir. Gua bareng si P aja nanti gampang”. Karena ngga enak, akhirnya saya pun ikut juga ke makam dengan boncengin Ki ini. Setelah pemakaman Ibu X selesai, dia bilang kalo mau mampir dulu. Ternyata mampir yang dia maksut ini adalah mampir ke makam Ibu nya yang juga di komplek permakaman yang sama. Saya lupa akan hal ini. Saya rada bersalah juga karena sebelumnya malah mau pulang dan tidak mengantar dia kesini. Saya ikut ke makam ibunya juga. Dia jongkok berdoa, mungkin juga menangis. Saya berdiri, dan menangis juga. Mungkin saya ingat, kalau saya pun nanti akan dimasukkan ke tanah juga. Bukan hanya saya, tapi orang tua dan keluarga saya juga. Mungkin Ki ga sadar kalo saya menangis karena dia fokus berdoa sambil jongkok. Saat dijalan mengantar dia pulang, saya mulai membuka diri. Saya cerita tentang keadaan saya yang suka pikiran kosong, malah kadang mikir yang aneh-aneh, ya seputar kekacauan yang sedang saya hadapi. Lalu dia bilang, “coba dzikir pagi petang der, trus kalo mau tidur juga baca ini, itu, yang sesuai sama tatacara tidur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Wah apaan tuh dzikir pagi petang? Baru dengar juga. Lalu dia cerita-cerita layaknya orang tua, bahwa bisa jadi saya sedang gampang-gampangnya di ganggu setan dsb. Lalu sempat saya bertanya “kalo ruqyah gimana tuh ki?” dan dia terus mengingatkan saya dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, kalo orang yang di ruqyah karena dia minta itu nanti ga bisa lolos tanpa hisab ke surga. Bingung ya? Saya cantumkan hyperlink disini silahkan baca. Meskipun saya sadar saya masih jauh kalau dimasukkan dalam 70.000 orang itu(makanya baca dulu yg di hyperlink). Kata Syaikh Utsaimin Rahimahullah, “Boleh berharap untuk masuk surga, tapi jangan terlalu percaya diri. Ingat bahwa Adam ‘alaihissalam dikeluarkan dari surga karena satu kesalahan”.

    Semakin dekat lah saya dengan orang ini. Mulai saya diajak ke kajian yang ada di sekitar tempat saya tinggal ini. Saya masih ingat betapa malasnya saya berangkat ke kajian pertama saya, kalau bukan karena saya ga enak untuk menolak ajakannya. Sampai di tempat kajian juga saya bingung, apa yang dibilang ustadznya ilmiah banget. Dikit-dikit Allah berfirman dalam surat …., Rasulullah bersabda dalam hadist riwayat …. Dari sahabat ….., jujur saya belum terbiasa dengan kajian yang se Ilmiah ini. Lama-kelamaan saya paham bahwa semua yang kita lakukan memang harus punya sumber yang kuat,harus ilmiah. itu kenapa Ustadz mengajarkan kami dikit-dikit Qalallah, Qala Rasulullah, Allah Ta’ala berfirman, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam bersabda. Mulai lah saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang semakin banyak muncul ini kepada si Ki. Mulai saya rapihkan shalat, karena jika kamu bingung mau mulai memperbaiki diri darimana? Ya benerin aja shalatmu. Ada suatu cerita tentang Headset-nya si Ki ini. Yang saya ingat, pada suatu hari dikelas ada teman saya yang ingin mendengarkan music, lalu dia meminjam headset kepada Ki ini. Lalu ditanya sama si Ki “Buat apaan?”, pas tau buat mendengarkan musik ya dia tidak meminjamkan. Saya semakin penasaran kenapa dia sebegininya dengan music, lalu dia jelaskan Hadits ini bilang begini, lalu para pendapat imam imam juga mengenai musik ini gimana. Awalnya ya saya tidak begitu memerhatikan ini, Ya gila aja kaliya, gaada hari tanpa musik men. Dari pagi sampai malam kalo ga dengerin musik ya hampa. Meskipun begitu awal yang saya dapatkan, namun ya tidaklah saya berteman dengan seorang penjual minyak wangi kecuali saya akan wangi juga. Perlahan-lahan saya mulai meninggalkan musik. Dari mulai mengurangi intensitas mendengarkannya perhari, sampai puncaknya saya benar-benar membersihkan musik dari memori Handphone saya. Karena sampai kapanpun, musik tidak akan pernah bersatu dengan Al-Qur’an. Dan sekarang saya merasakan apa yang mungkin dia rasakan sebelumnya, disaat semua asik dengan musik, saya hanya bisa diam dan mengimani dalam hati bahwa hal ini buruk.
Kuy Bikin Folder Murattal!
Mungkin sama kaya pas kerja kelompok waktu itu. Sebelum saya meninggalkan musik ini, sebenarnya saya juga sudah Jomblo namun ya masih suka galau-galau karena ga punya pasangan haram. Selain itu juga masih belum bisa move on dari sang mantan. Ya, sekarang Alhamdulillah sudah kurang lebih tiga tahun saya terhormat jadi Jomblo. Saya juga sudah meninggalkan mencontek sekaligus nahi munkar soal mencontek ini. Setelah saya sadar bahwa mencontek adalah hal buruk yang benar-benar buruk, saya berusaha untuk belajar supaya dapat nilai yang bagus tanpa mencontek. Dengan modal kepedean saat SD selalu masuk jajaran elit akademisi di papan skor saat mengambil raport, saya mulai mengubah jalan hidup saya dengan jujur untuk mendapatkan nilai. Saya ingat, ada nilai tryout saya yang karena saya tidak mencontek akhirnya saya berada di posisi ketujuh atau ketiga dari bawah dari semua anak IPA angkatan saya. Saya menggencarkan nahi munkar dengan membagikan meme di grup kelas saya, yang akhirnya saya di cerca, dijauhkan, dibilang sok suci oleh beberapa oknum. Padahal jabatan saya saat itu adalah ketua kelas. Mungkin inilah yang dimaksud ketua yang dibenci saat menegakkan kebenaran. Halah sok dramatis.
Gambar yang viral di grup Whatsapp Kelas.(Sumber : https://twitter.com/memecomicindo/status/583902193134080000)
Puncak dari tidak mencontek ini adalah nilai rata-rata UN saya yang Alhamdulillah 7.5 dan saya tidak bisa kuliah di tahun pertama saya lulus SMA. Jika tulisan sebelumnya yang menang lomba adalah tulisan dari sisi akademis saya belajar, disini saya akan bagikan cerita saya setahun menganggur itu dari sisi agamis nya.

      Singkat cerita saya tidak bisa masuk kuliah tahun 2015, ya begini jalan yang Allah berikan. Jujur dari diri saya sendiri menganggap bahwa masa gapyear ini adalah salah satu masa terbaik dalam hidup saya. Kebetulan si Ki dapat kuliah di UNJ, dan tidak diizinkan Allah untuk mengembara ke Jogja. Selain belajar untuk masuk perguruan tinggi, si Ki sering mengajak saya untuk ke kajian ini, itu, dan share tentang hal-hal tentang Islam yang Ilmiah. Mulai saya diajak untuk ke kajian di Masjid Ukhuwah Islamiyah UI, atau yang akrab disebut MUI. Saya kajian rutin di MUI setiap hari senin mulai dari jam 4 sore, di selasar selatan MUI. Salah satu tempat yang membuat saya kangen, suasana disana menenangkan dan keren bahkan dari tempat wudhunya. Saat wudhu, ada tulisan di tempat wudhu bahwa kita harus menghemat air wudhu, disitu ditulis secara ilmiah “apabila setiap masjid di Indonesia hanya membuka setengah kran saat berwudhu, maka air bersih yang hanya sekian persen yang ada di Dunia ini akan terhemat sekian persen”. Cakep kan. Ya sejalan dengan sifat yang harusnya dimiliki seorang muslim, tidak boros. Mungkin yang kalo wudhu masih buka keran full sampe alirannya kaya air terjun Niagara mulai dari sekarang bisa dikecilin lagi tuh biar ga mubadzir airnya. Saya ingat saat shalat magrib pertama di MUI, Imam membacakan surat Al-Mulk. Saat itu saya merasakan rasa manis, yang sangat manis. Tiba-tiba air mata menetes. Ini nih yang namanya manisnya Iman, yang sering membuat saya rindu akan rasanya.

     Selain ikut kajian rutin di selasar selatan MUI itu, saya juga diajak si Ki ini untuk ikut kelas Tahsin di Markaz Tahfidz Al-Qur’an kalisari. Saya ikut kelas selama satu semester, yang mana sangat berpengaruh terhadap saya tentang cara membaca Al-Qur’an yang benar. Setiap datang kesini saya semakin sadar bahwa saya hanyalah penuntut ilmu yang levelnya dibawah level ecek-ecek, dibawah level yang cupu. Setiap malam minggu juga yang tidak boleh ketinggalan. Bahkan sampai sekarang. Kajian Tafsir Ibnu Katsir, masih di surah Al-Baqarah. Bagaimana tidak, setiap satu ayat paling cepat dibahas satu malam itu saja. Kalau ustadznya lagi senang cerita kesana kemari disangkut pautkan ke ini ke itu bisa jadi seperempat ayat saja dibahas satu malam itu.  kalau teman-teman penasaran juga bisa lihat di youtube Ustadz Abu Usamah jika membahas tafsir. Temen-temen tau siapa Ustadz Abu Usamah? Kalo temen-temen pecinta murattal pasti tau gimana suara beliau kalau sedang membaca Al-Qur’an. Salah satu kesenengan saya saat datang ke kajian ini, selain beliau yang kalo menerangkan dengan sangat bersemangat, yaitu saat shalat isya disana. Kebetulan kajian dari setelah maghrib, dan tentu Isya shalat disana dan beliau Imamnya. Tidak jarang kalo temen-temen dengarkan baik-baik suara saat shalat disana, mungkin sebelum kata Aamiin diteriakkan, temen-temen udah bisa mendengar suara-suara orang yang menarik nafasnya dengan ada suara … ya temen-temen tau lah gimana kalo lagi pilek trus ngisep ingusnya itu gimana suaranya. Ini nih yang saya suka, sering banget saya ngerasain manisnya iman disini, pas kajiannya, pas shalatnya. Buat temen-temen yang mau tau gimana rasa manisnya iman, saya udah pernah mengalami jatuh cinta sama wanita, tentu, menghamburkan uang untuk nonton bioskop sama pacar, kongkow gajelas, mainan tim*zo*e, makan es krim bask*n ro*in yang sebaskom itu buat sendirian juga pernah, tapi Wallahi, Demi Allah, gaada rasa yang paling nikmat, paling manis, paling Ajib dibanding Manisnya Iman. Mungkin ini rasa terbaik sebelum ada di surga. Kalo emang temen-temen penasaran sama rasanya, ya coba rasain. Pindah. Hijrah. Ga akan itu rasa iman dateng ke hati orang yang kotor. Yakin deh, dateng kajian, baca Al-Qur’an. Serius.

    Sampai sekarang saya sudah kuliah di Semarang, setiap kali saya pulang ke Jakarta pasti saya ga mau kelewatan satu malam minggu pun kecuali saya ke Masjid Nurul Iman, a.k.a Masjid Hijau Cilangkap untuk kajian. Semoga Allah menjaga kita semua dalam ketaatan kepada-Nya. Kalau temen-temen udah ngerasain gimana manisnya iman, yakin deh, bakalan rindu sama rasanya. Di Semarang pun kalo lagi jauh-jauhnya sama kajian, ga enak di hati rasanya. Disini saya juga Alhamdulillah dikenalkan dengan beberapa senior dari Fakultas lain yang perhatian bahkan mau mengajar saya bahasa arab dengan gratis. Suka ngajak ke kajian juga. Yang padahal dulu pelajaran-pelajaran agama saya anggap sebagai pelajaran yang nyusahin, tapi sekarang malahan saya haus sama hal yang dulu saya anggap nyusahin itu.

    Jujur saya juga baru Hijrah. Saat saya jauh dari sahabat-sahabat saya yang baik, ga jarang saya balik juga ke kebiasaan lama saya itu. seperti kata ulama-ulama terdahulu, “Kebanyakan orang bukan merubah, tapi malah dirubah. Bukan mewarnai, tapi malah di warnai”. Sekarang, banyak orang baik yang akhirnya malah jadi ikutan sama kebiasaan lingkungannya. Betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap kehidupan seseorang. Saya juga masih sangat butuh nasehat, bukannya terus-terusan menasehati. Mungkin sebentar lagi saya selesaikan tulisan ini karena juga sudah terlalu panjang.

    Pesan terakhir dari saya mungkin. Mulailah berpikir teman-temanku. Untuk apa kamu hidup kecuali untuk beribadah kepada-Nya?. Mungkin di antara kamu ada yang hidup untuk membahagiakan orang lain, saya ambil contoh orang tua misalnya. Kamu ingin membahagiakan orangtua mu? Dengan apa? Prestasi setinggi langit? IPK 4? Kerja dengan gaji ratusan juta? Jangan lupa juga, orang tua mu juga punya umur. Kematian, pemutus kenikmatan dunia. Kalau bukan kamu yang mengajaknya ke surga lalu siapa lagi? Kamu tega membiarkan tangan kanan mereka yang menyuapi mu makanan dulu dari kecil, atau tangan kiri mereka yang menyeboki kotoranmu itu nanti dibakar di neraka? Kamu tega membiarkan orang yang kamu sayang ada di tempat yang sangat panas? Yang Allah sebutkan bahwa tidak ada orang yang bisa sabar menghadapi siksanya itu? Bahagiakan lah mereka, ajak lah mereka untuk bertemu dengan mu di surga. Kita di dunia ini sebentar. Kamu ga kepengen mas, mba, dapat kenikmatan yang abadi?. Udah bukan lagi sekarang menganggap hal-hal buruk adalah hal yang keren mas, mba. Kenal atau tau Muzammil Hasballah? Itu anak muda kan? Atau mungkin udah sering pantengin channel ammar tv di youtube? Itu isinya anak-anak muda kan? Keren kan mereka? Jangan Cuma jadi penonton aja mas, mba, termasuk saya sendiri. Ayo sama-sama jadi pemainnya. Ubah pandangan rusak yang dianggap keren, padahal banyak dampak negatifnya, gaada manfaatnya. Kadang kita lupa bahwa kita, anak muda, maupun anak kecil, atau orang tua itu sama sama gak tau. Gak tau apa? Gak tau nanti sore atau malam atau besok, masih bisa taubat sama Allah atau engga. Umur gaada yang tahu.

    Kemarin, sebelum saya ke Semarang ini, kebetulan saya ambil tiket kereta jam 11 malam dan Alhamdulillah saya masih sempat ke kajian Masjid Hijau itu sebelum berangkat ke stasiun, 
“Wahyu Allah kepada Nabi Daud ‘alaihissalam jamaah dalam sebuah atsar, ‘Wahai Daud ‘alaihissalam, kalo aja seandainya orang yang berpaling dariku ini masih asik dengan maksiatnya, melakukan hal buruk dan sebagainya, seandainya aja mereka tau bahwa Aku(Allah) selalu setia menunggu mereka untuk bertaubat, niscaya mereka akan mati saking merindukanku.’ Kita, kalo tau rindunya Allah gimana, mati kita jamaah. Jaman jahiliyah antum misalnya dulu ga ketemu sama pacar antum sebulan dua bulan, gimana? Kurus kering dia gabisa makan, GALAU!. Itu baru sama makhluk yang belum halal. Gara-gara rindu ini jamaah. ‘Wahai Daud, begitulah aku menunggu orang orang yang berpaling dariku, lantas bagaimana aku merindukan orang-orang yang selalu datang kepdaku?’. Itu rindunya Allah sama antum jamaah, yang gaktau ngaji, yang begitu dan sebagainya aja dirindukan sebegitunya sama Allah, gimana antum yang tiap hari pengennya ngaji? Itu pasti lebih spesial jamaah. Allah lebih-lebih lagi nunggu antum. Busyro! Kabar Gembira jamaah! Allah merindukan antum!”.[Ustadz Abu Usamah hafizhahullah]

      Penutup, saya mengambil dari notulensi lama yang dikirimkan Ki di grup Whatsapp para Jomblo saat saya ga bisa ikut kajian malam minggu itu karena di Semarang,
"Ana kabrkan kepada antum sekalian. Demi Allah, jamaah, Surga Allah adalah mahal, bukan murahan! Barang Allah ini, bukan didapatkan dengan berleha-leha saja, dengan enak, dengan gampang, dengan tidur-tiduran di rumah! Namun Surga Allah ini didapat dengan susah payah, dengan letih, lelah, perjuangan, dengan ujian dan cobaan, dengan pengorbanan, dengan luka, dengan tangisan, dan lain sebagainya! Ingat, jama'ah. Mau sebanyak apapun antum beramal, silahkan memperbanyak amal, namun antum sekali-kali tidak akan dapat membeli barang Allah ini. Mahal, jama'ah! Barang Allah ini, Surga Allah Jalla wa 'Ala ini adalah sangat mahal ...... Jadi, antum masuk Surga nanti itu karena pemberian dari Allah, karena rahmat dari Allah. Dengar, jama'ah sekalian yang ana cintai karena Allah, pegang satu ayat ini! Antum diuji disana, disini, uji ini, uji itu, hah? Ingat! Semua itu akan berakhir, kan jama'ah? Ingat! ingatlah bahwasanya pertolongan Allah itu amat dekat. Terus bersemangat dalam menuntut ilmu, jangan pernah futhur, jangan pernah lembek dalam menuntut ilmu! Terus menuntut ilmu hingga Allah wafatkan kita, jama'ah yang saya cintai karena Allah. Bahkan Imam Ahmad, ketika ditanya sama murid-muridnya sampai kapan engkau akan menuntut ilmu, apa kata beliau rahimahullahu? ‘Aku akan terus menuntut ilmu hingga pena ku sampai ke kuburan’. Atau apa tatkala beliau ditanya oleh ibundanya, ‘Bilamana kau istirahat wahai anakku?’ maksudnya mau sampai kapan engkau begini, kapan istirahat nya nak? Lalu apa jawab beliau? ‘Wahai ibu, tiada lagi istirahat untuk anakmu ini hingga dia menjejalkan kedua kakinya di dalam Surga." [Ustadz Abu Usamah hafizhahullahu]

    Semoga Allah senantiasa memberikan nikmat taubat kepada kita, nikmat Hidayah-Nya. Masih banyak sebenarnya apa yang mau saya tulis disini, banyak pengorbanan si Ki ini sampai akhirnya saya bisa seperti ini, namun tidak bisa saya tuliskan disini. Terimakasih juga untuk grup Whatsapp para Jomblo yang selalu mengingatkan kebaikan, semoga Allah mempermudah urusan antum semua dalam menuntut Ilmu-Nya. Sekian dari saya, mohon maaf bila banyak kesalahan atas tulisan saya ini, kesalahan murni datang dari saya dan kebenaran datang dari Allah Ta’ala.

     Wassalamu’alaikum Warahmatullah


2 komentar:

Kisah di Samping Gor

09.23 Dery Rizki Purwanto 3 Comments

Maaf, tulisan ini telah dipindah ke link berikut :
Thankyou, selamat membaca!

3 komentar:

Catatan Ramadhan

18.00 Dery Rizki Purwanto 2 Comments



Kajian sebelum berbuka di salah satu masjid daerah Undip.

     Ramadhan kali ini terasa berbeda, jelas berbeda untuk pertama kalinya. Kira-kira sudah 10 hari Ramadhan tahun ini berlangsung, dan belum pernah mendengar ada suara yang memanggil "ry, bangun sahur!", Kecuali hanya sebuah ringtone dari handphone yang menandakan telfon masuk dari rumah. Sahur pertama pun kelewatan, entah disibukkan oleh apa dimalam pertama Ramadhan. Saat bangun, sesaat aku mengecek jam di handphone-ku yang menunjukkan pukul 4.40an. yap, jelas kelewatan. Tidak ada lagi tidur lagi setelah bangun untuk sahur kecuali berani mengambil resiko kebablasan. 
     Beberapa hari lalu, aku mendapatkan nasi bungkus dari panitia salah satu masjid sekitar Undip saat berbuka puasa. Aku membawanya untuk dimakan di kos setelah shalat maghrib. Aku membuka bungkus nasi itu dengan semangat tinggi sebagaimana wajarnya anak kos yang sangat bahagia karena dapat makan gratis. Potongan ayam yang menurutku terhitung besar, lalapan, serta sambal, dan tentunya ya nasi putih, siap di sikat oleh mahasiswa kelaparan ini. Sesaat aku memakan nasi tersebut sambil melamun, dan saat aku tersadar, Aku menengok ke kiri dan kanan, melihat di sekitar kamar kosku, ya inilah adanya. Sendirian. Yang terlihat hanya dipan yang diatasnya berserakan kertas-kertas yang gajelas,  Meja belajar yang berantakan, lemari baju dengan cermin yang kutengok memperlihatkan diriku sendiri dengan tangan yang belepotan nasi. Ya beginilah, entah kenapa terasa sangat sepi. Jelas berbeda, baru kali ini merasakan sepi yang benar sepi saat berbuka. Yang mungkin ini jelas awal, yang mana kedepannya nanti akan menjadi rutinitasku saat jauh dari keluarga. Alhamdulillah, "Telah hilang haus (dahaga), dan urat-urat leher telah basah, serta pahala telah tetap (ditetapkan), Insya Allah".
     Kemarin lusa, setelah lama aku sulit dihubungi oleh keluarga(dan tentunya membuat mereka rindu, akupun juga), akhirnya aku mencoba menelfon mereka. Tentunya mamah yang pertama kali mengangkat telfon, menanyakan kabarku, bercerita tentang warung, kapan pulang, ini, itu, seperti yang sudah-sudah. Tapi, tentunya tiap menelfon selalu punya topik tersendiri. Sampai akhirnya mamah menanyakan sebuah pertanyaan yang sebenarnya ingin juga kutanyakan(aku kalah cepat) "udah dapet brp juz kamu ry?" Lho baru aja mau kutanya eh udah keduluan. "Delapan mah, mamah udah brp?", Jawabku. "Mamah udah sebelas nih, kalo di warung pas gaada yang beli mamah bisa dapet banyak. Disini juga cahayanya kan terang kalo siang, kalo dirumah suka gakebaca ry gelap", Sahutnya (Semoga Allah memanjangkan umurnya dalam ketaatan kepada-Nya). Waduh ternyata anak muda yang tenaganya masih banyak ini kalah sama orang tuanya(dalam semangat beribadah). Apa ya yang menyibukkan anak ini sehingga lupa sama bulan Ramadhan? bulan umatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Pahala berserakan dibulan ini, tapi kenapa malah masih dikuasai oleh kemalasan mas?
     Ya beginilah Ramadhan, tiap Ramadhan memiliki kisahnya sendiri. Ramadhan tahun lalu harap-harap cemas menunggu hasil tes PTN. Ramadhan dua tahun lalu jempol kakiku harus diperban karena kukunya pecah tertiban Gas elpiji 3kg + galau ingin memaksa kuliah asal-asalan atau menunda satu tahun. Ramadhan tahun ini tidak bersama keluarga + kesana kemari mencari masjid penyedia takjil dan makan besar. Meski tiap Ramadhan punya cerita masing-masing, tapi Ramadhan tetap sama. Ia ada untuk kita manfaatkan sebaik-baiknya agar kita bertakwa. ☺

2 komentar:

Praktikum IUT Lo Belum Greget Kalo Belum Ngerasain 9 Hal Ini

01.38 Dery Rizki Purwanto 0 Comments

0 komentar:

hore pulang ke jakarta

21.40 Dery Rizki Purwanto 0 Comments



Menoreh gua dah siap bro



Assalamu’alaikum

     Post yang memiliki jarak lebih pendek dari post sebelumnya. Yha, beginilah lagi menikmati kegabutan yang hqq. Jadi, Alhamdulillah ada kesempatan untuk pulang ke Jakarta sebentar. Walau hati ingin lebih lama di rumah, namun hati yang lain tidak tega meninggalkan kawan yang sedang berjuang untuk bisa pulang sebelum lebaran. Alasan pulang sebenarnya sederhana, disamping untuk pilkada namun juga tentunya rasa rindu yang telah menyesakkan dada. Beberapa orang bilang sayang kepada uang, namun saya sejenak berpikir bahwa uang selamanya bisa dicari namun kehangatan bersama keluarga tak selamanya bisa dirasakan. Entah ini pemikiran atas dasar apa, apa karena kurang berasa karena uang yang digunakan belum punya sendiri.

     Dalam post ini gua mencoba supaya yang membaca bisa menarik beberapa faedah, meskipun belum tahu apakah tulisan ini akan bernilai pragmatis atau hanya ekonomis atau bahkan hedonis. Mungkin beberapa dari pembaca mulai sedikit kesal karena seakan akan dilihat dari tipe tulisan saya ini saya akan membahas sesuatu yang serius. Santai aja santai, gausah tegang. Gua sendiri juga bingung kenapa kata-kata yang gua tulis disini kelihatan sangat formal yha. Langsung saja lah ke kisahnya.

     Dimulai saat memenuhi kata InsyaAllah yang gua ucapkan saat Mas B, anak dari ibu kos, berkata “der, nanti kalo mau pulang mampir rumah dulu ya”. Gua pun meng-InsyaAllah kan, dan selasa pagi sebelum berangkat ke stasiun Tawang gua memenuhi itu. Gua mampir ke rumah mas B pamitan dan juga tetangga nya, Ibu E. yang dulu sangat dekat dengan Abang kandung gua saat mengembara di masa sebelumnya. Saat pamit dengan Mas B hal biasa-biasa saja terjadi, oh iya der salam buat orang rumah, salam buat mas mu ya, hati hati …… dan berbagai ucapan perpisahan lainnya. Perpisahan yang padahal hanya tiga hari. Namun berbeda saat gua pamitan dengan ibu E, ibu E sangat berbeda dengan mas B, waduh mas dery ko ga bilang bilang sih kalo mau pulang, kan ibu jadi ga nyiapin apa apa, besok-besok kalo mau pulang, dua hari sebelumnya bilang ya. Lalu ibu E terlihat sibuk mencari sesuatu yang pada puncaknya menyalami ku dengan ongkos pulang. Ini mas udah maaf ya ibu ga ngasih apa-apa, udah kaya saudara kok, salam sama keluarga ya, sama mas mu tuh. Dan saat sampai dirumah hal ini dikomentari oleh orang tua gua, mamah bilang “ waduh ri kalo mampir pas mau pulang pasti di ongkosin jadi gaenak “, ayah menambahkan tadi pagi “kamu kemarin diongkosin sama ibu yg laundry itu ri? coba ri kamu tiap dua hari sekali pamitan aja supaya gausah dikirimin uang dari sini”, Yah plis. Pantesan anakmu begini *lol*. Jadi, inti dari pra perjalanan pulang gua ini adalah. Gaada. Karena memang sudah menjadi hal yang lumrah bila pamitan bakalan di ongkosin dan bila tidak bakal dicariin. Hanya kita harus tetap menjaga tali silaturahmi ya, terlepas mau diongkosin atau enggak, maksutnya terlepas mau itu cuma sebentar atau lama perginya, ya kabarin. Jangan hilang tanpa alasan lah. Baper si panjul *lol*.

     Setelah gua sampai di Tawang, gua nyariin ND, temen gua yang juga balik ke Jakarta. Ternyata dia udah di dalem kereta. Yaudah. Gua masuk ke kereta juga lah. Kebetulan kami satu gerbong namun beda tempat duduk, kenapa? Karena kalo satu tempat duduk nanti pangku-pangkuan.  Kebetulan di samping ND ini ada mba-mba, sedangkan disamping gua ada bapak-bapak yang memisahkan diri dari gua, dia duduk di kursi lain yang masih kosong deket jendela. Karena di tempat duduk aslinya ini yg deket jendela itu kursi gua. Maaf ya berlibet-libet gini, kalo ada yang kurang dimengerti nanti bisa di tanyakan di sesi tanya jawab. Interaksi gua dengan bapak-bapak ini cuma sebatas angguk-angguk senyum kaya yang di contohin komika Sadana Agung di salah satu penampilan stand up-nya. Interaksi angguk ini hanya berlangsung sebelum semua tempat duduk penuh dan si bapak dengan sepenuh hati duduk di samping gua. Percakapan pun gua mulai, “Turun dimana pak?” bapaknya jawab, “di Jatinegara de”, trus gua jawab “Oh kirain saya di stasiun pak”, enggak deng… gua jawab,”Oh di jatinegara pak”, hukum otomatis dari suatu basa basi memaksa si bapak untuk menanya balik “Sampeyan turun mana?”, gua jawab” Sama pak, jatinegara”. Bapak ini seneng banget ngobrol, dia cerita kalo dia kerja ojek online di pagi hari, lalu siang hari di bengkel moge(Motor gede) jadul, kalo malem ga cape ya narik lagi. Gitu katanya. Dimulai dari cerita-cerita tingkah customer yang ngeselin, “Jadi mas, di grup kami tuh ada list nama customer yang patut di waspadai karena suka bayar kurang dan bahkan ga bayar mas”. Wah makin seru kan nih, dan dia juga pamer foto foto moge jadul di hapenya “Pokoknya kalo mau foto-foto atau liat liat motor antic gitu bisa ke saya mas, nih foto fotonya(sambil ngasih liat fotonya dan nyebut tipe motornya)” sampai pada saat dia bilang “nah ini nih mas cuma ada satu di Indonesia nih”. Walah keren juga nih bapak. Setelah itu kita tukeran nomer wassap dan gua berharap kita takkan pernah jadian. ßkorban FTV. Dan ternyata bapak ini lulusan Teknik Mesin Polines 20 tahun lalu yang dulu namanya masih Politeknik Undip, bapak ini sempat kerja di perusahaan mesin pencetak kayu juga, sebelum main motor antic kaya sekarang. Ujung-ujungnya kami membicarakan pilkada DKI juga, dengan membandikngkan kondisi pilkada di daerah lain. “Masnya pulang dibayarin untuk milih atau pakai ongkos sendiri?” Tanya si bapak. “Saya pakai ongkos sendiri pak”.”wah mas, banyak lho yang dibayari PP untuk milih di daerah-daerah gitu mas”, ya pokoknya entah itu benar atau engga ya, kayanya udah bukan rahasia lagi kalo begitu. <-- Sotau. “saya nih mas, saya mah gapeduli dia dari partai apa, tapi saya liat track recordnya, dia orangnya gimana, kaya pak Presiden dulu saya telusuri mas dari jadi Walikota di solo sampai pemilihan”, omong-omong pak presiden, si bapak jadi membicarakan sebuah mobil. Mobil yang dibicarakan bukan mobil biasa, tapi bekas mobil yang dipakai Pak Jokowi dulu, nama di stnknya masih nama anaknya Pak Presiden, “mas tau mobil itu sebenernya harganya ga seberapa mas, mobil lama itu cuma gara-gara atas namanya aja mas’. Yaa sebenernya bapak ini lebih sering cerita dibanding gua sih yang bingung mau cerita apa. Dan akhirnya kami dipisahkan oleh pemberitahuan bahwa kereta akan berhenti di stasiun Jatinegara. Si Bapak pergi tanpa meninggalkan jejak, karena kebetulan waktuitu sepatunya gak basah dan gak ada tanahnya.

     Mungkin mau ngasih tau aja nih ke pembaca soal faedah dari tulisan ini bahwa sebenernya gaada. Eh ada dong sebenernya, cuman gua gamau kasih tau disini ah biar di analisis sendiri. Buat PR aja ya mungkin, tuliskan faedah dari tulisan ini di komen bawah! Yha sekian. Semoga ini menjadi tulisan yang tidak hanya menghabiskan beberapa menit mu yha…

Wassalamu’alaikum


0 komentar:

Setengah Jalan di Semester Dua

08.26 Dery Rizki Purwanto 2 Comments

Assalamu’alaikum

Hello wie geht’s?

     Setelah sekian lama ga posting, akhirnya gua mencoba untuk curhat lagi di sini gan. Kayanya post yang ini juga bakalan lumayan panjang nih, soalnya ya emang mau cerita ajasih 2017 ini gimana.

     Ya, setelah pulang ke Jakarta, bocah yang konyol ini diminta untuk mengisi sebuah acara (lagi-lagi gara-gara ini) yang mana acara ini penting banget buat kawula muda pencari jati diri. Nama acaranya Exvertion 98 vol. 3. Ini adalah acara bursa kampus yang diadakan oleh SMAN 98 Jakarta, vol. 3 berarti ini udah tiga kali di laksanakan dalam tiga tahun terakhir. Sempet kurang yakin juga awalnya buat nerima tawaran ini, ya apalah bocah konyol yang masih perlu bebenah diri ini disuruh untuk memotivasi para calon pemimpin bangsa supaya semangat buat menempuh kehidupannya untuk lebih baik ßStatemen lebay.  Apalagi gua juga disandingin sama pembicara beneran, iya beneran, seorang trainer dan penulis buku yang jelas. Apalah aku yang cuma butiran wijen. Ya akhirnya gua terima juga sih tawarannya dan sekaligus jadi pengalaman baru dan seneng banget udah bisa bermanfaat bagi orang lain. Selain itu juga gua memanfaatkan bursa kampus ini untuk sosialisasi Teknik Geodesi Undip yang walaupun ga maksimal sih (sad).

Semangat Ber-SBMPTN ria ya teman-teman!

     Gatau kenapa ya liburan kerasa sebentar banget. Kayanya baru kemarenan dianter Komting ke Tawang untuk pulang ke Jakarta, eh udah sampe pasar senen lagi aja buat balik ke Tembalang. 
Pasar Senen, oh Pasar Senen

Datang lebih awal di Tembalang, sebenernya buat matengin acara POR sih yang udah banyak di handle sama anak semarang – Arigatou gozaimassu mas mba. Dampak dari tidak maksimal dalam sosialisasi Teknik Geodesi di Jakarta ialah gua dan beberapa temen gua yang gaul-gaul melakukan serangan fajar ke SMA 3 Semarang (Padahal sosialisasinya habis Jumatan). Gatau kenapa asik aja dah main ke SMA orang, dan gua suka sama adik-adik gemes bentuk bangunan SMA 3 Semarang dan beberapa SMA di Semarang yang emang masih bangunan lama dan terawat, keren dah. 
Keche Badhay.


     Di Porseni Geodesi, kebetulan gua jadi penanggung jawab cabang badminton. Acara berlangsung khidmat dan kondusifßUpacara kali ah. Ini juga salah satu hal asik menurut gua, jadi kepala cabor gitu ya seru dah, banyak pengalaman baru juga meskipun gua udah lama berkecimpung ßbahasa alay) di bidang bulutangkis. Ya walaupun untuk cabor badminton angkatan gua cuma bisa jadi juara tiga dari lima peserta wkwk seru tapi lah.
Lagi ngobrol sama mas wasit.


     Hari berlalu, aku dan kakakku menemukan Avatar baru bernama Aang. Kalo lu perhatiin kayanya gua ga belajar apa apa ya disini? Weits jangan salah sangka. Gua belajar mengendalikan petir diri sendiri yang lebih gua rasa berat dari semester sebelumnya. Euforia keterima di PTN sudah memudar, semangat perlu terus diperbaharui, target perlu terus dibidik, dan perut perlu terus diisi nasi, namun diri ini masih saja sendiri. Busetdah ni bocah malah kebelet nikah. Ada beberapa pelajaran di Geodesi yang menurut gua ajib nih. Dimulai dari matkul kegeodesian yang dari semester lalu emang udah menarik sih ya Ilmu Ukur Tanah 2, atau disingkat IUT2. Kenapa gua bilang seru di matkul ini, karena ada yang namanya konturing. Ya buat kontur gitulah, kocak aja liat konturnya(cuman liatnya ya, bukan buatnya), dan di IUT 2 ini kami akan praktikum pemetaan situasi nih. Cari tau sendiri aja ya pemetaan situasi itu gimana. Sebenernya rada bohong juga sih bilang matkul ini seru yang padahal praktikum yang menanti setelah UTS ini akan membuat kurus kerontang. Tapi, kata mas sama mba yang udah berpengalaman ya ini baru awal dan harus terus dinikmati. Selain IUT 2, ada Prokom. Nah Prokom ini kepanjangannya adalah Pemrograman Komputer, ini juga gua bilang seru karena jujur aja dah gua baru banget kenal koding-kodingan lucu gitu. Ya walaupun bikin sedikit repot juga sih karena leptop gua gakuad sama software-software begituan. Yang mau bantu beliin leptop baru ya silahkan boleh banget nih hehe. Satu lagi matkul tambahan yang keren itu Filsafat Ilmu Pengetahuan, kenapa ya?. Ya asik aja sih, lu disuruh mikir untuk sesuatu, disuruh kritis, kenapa kritis perlu ya menurut gua sih supaya lu ada kemauan buat mencari kebenaran yang hqq. Tapi jangan kebablasan dalam berfilsafat ya, ya ini dari pendapat gua aja si. Jadi, disaat lu kritis mau mencari suatu yang emang empiris ya lu bakalan cari sampe ke dasarnya deh, ga cuman ikut-ikutan kata orang aja. Masa iya lu bakal dapet suami brewokan gara-gara nyapu ngga bersih?. Ya gapapasih brewokan jadi idaman kayanya sekarang ya, walah jadi kepengen punya brewok nih gua. Dan tentang UTS, ya tinggal berdoa aja,baru saja terlewati. dan baru ngerasain yang namanya UTS take home dan itu terasa manis dan pahit sih.
Ini manisnya take home UTS.


     Ada beberapa hal yang bikin gua sedih juga sih. Proses gua disini yang gua gatau, apakah meningkat atau malah menurun. Alhamdulillah ada mas-mas yang baik disini nawarin belajar bahasa arab gratis, Jazakumullah khair mas. Tapi, apa ini efek belajar cuma sendirian ya, jadi berat lama kelamaan untuk terus berkomitmen belajar, padahal udah gratis dan ya… . sedih dah. Waduh mas mas.

     Gua juga ikut training muslim satu fakultas teknik nih, asik lah. Banyak kenalan baru, jadi lebih banyak yang di kasih salam kalo lagi main ke masjid teknik. Selain itu juga acara ini bikin gua sadar suatu hal, ya baru sadar aja. Belum dibenahin L. Di organisasi lain, gua masuk  bidang  di himpunan yang emang gua inginkan banget di awal perkuliahan dulu, semoga tetep lurus nih niatnya. 

     Mulai berasa banget jadi anak rantau. Sejak semester dua ini, pas gua pulang nanti udah ada dua orang yang gaakan gua temuin lagi nih. Sekitar tiga minggu lalu dapat kabar kalo Pak le kecelakaan dan gak tertolong. Dan di senin kemarin dapet kabar dari Mbah(nenek) yang juga menyusul. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. mungkin mau cerita dikit aja tentang mbah nih, yang paling gua inget ketika gua dikasih baju adidas warna hijau sama mbah. Dan gua yang masih bersemangat dulu bertekad untuk bawa baju itu supaya bisa gua pakai pas main di Kejurda DKI. Dan Alhamdulillah udah terwujud. Bingung nih mbah buat cucumu ini mencari alasan untuk main ke pasar minggu, selain untuk menengokmu. Jadi keinget salah tulisan Ustadz Aan Chandra, mungkin ini sebagai penutup :

REHAT SEJENAK

Diantara kisah terunik yang pernah diceritakan Syaikh Prof. Dr. Dhiyaa'urrahman Al-A'Dzamy adalah, "Dahulu apabila penuntut ilmu berpisah dengan keluarganya, maka sebagian diantara mereka ada yang sengaja menutup semua akses yang berkaitan dengan kampung halaman dan keluarganya.
Bahkan setiap kali surat datang ke tempat tinggalnya, dia akan segera menaruh surat tersebut ke dalam guci besar.
Bila telah berlalu 10 atau 15 tahun, mereka akan memecahkan guci tersebut dan membaca satu-persatu surat yang masuk.
Isi suratnya macam-macam. Ada berita tentang lahirnya ponakan, menikahnya saudara, wafatnya sang Ibu/Ayah atau sakitnya anggota keluarga.
Ini mereka lakukan semata-mata agar fokus dalam menuntut ilmu.
Tidak seperti kita yang sedikit-sedikit menelpon ke rumah, WA dengan si ini dan itu, atau sibuk dengan berbagai isu yang terjadi diluar sana. Akhirnya fikiran kita jadi bercabang, terbawa perasaan dan semangat jadi kendor.
Bukan berarti terlarang, tapi semua ada masanya.

____________________

Bekasi 4 Dzulhijjah 1437 H
ACT El-Gharantaly

     Ya.. mungkin ini aja yang bisa gua tulis di post ini, yang gua tulis cuman Highlightnya aja sih masih banyak hal seru lainnya sebenernya tapi gamau gua tuangkan disini (shombhong). mohon maaf bila mungkin (pasti) banyak hal yang kurang bermanfaat dan mohon maaf atas segala kesalahan dalam tulisan ini, mudah-mudahan temen-temen yang membaca bisa mengambil manfaat dari tulisan ini meskipun cuma sedikit.


Wassalamu’alaikum

2 komentar: