Beberapa Ratus Meter dari Undip

05.46 Dery Rizki Purwanto 0 Comments



Salam dari Mawar.
  
    Gerimis manja menyelimuti sore ini, sejuknya udara semakin mendukung tubuh ini untuk segera telentang dikamar kos tercinta. Ditambah lagi tenaga telah terkuras oleh kegiatan hari ini yang entah kenapa terasa sangat melelahkan. Aku membuka pintu kamar kosku dan berharap bisa langsung tidur nyenyak, namun ada satu hal yang masih terpikirkan oleh diri ini. “Aduh, ada rihlah rohis jurusan ya”, ternyata masih ada satu agenda lagi yang mengharuskan diriku tidak bisa tidur di kos malam ini. Acara yang mana diadakan di Camp Mawar, Gunung Ungaran , ini sempat membuatku putus semangat untuk bisa menghadirinya, “Yah, langsung tidur aja kayanya ini nanti habis Isya. Toh ada alasan juga karena capek seharian gini belum istirahat”. Tak lama setelah aku mandi, Adzan maghrib berkumandang. Panggilan yang sangat penting dihadiri lebih dari apapun.

    Aku bersiap ke masjid, dan dengan tenaga yang tersisa aku memenuhi panggilan Allah tersebut. Setibanya di masjid dan sampai selesai shalat, aku melihat salah satu temanku yang juga seharusnya ikut ke agenda rihlah, Wahyudi. Wahyudi terlihat telah siap untuk berangkat, terlihat dari daypack yang ia bawa.

“yud, mau berangkat rihlah?” sapaku.

“iya der, mau bareng?” balasnya.

    Kenapa harus bertemu dengan orang ini disaat seperti ini, mau tak mau aku harus menerima tawarannya untuk berangkat bersama.  Si panjul emang ye.

“oke, aku balik kos sebentar siap-siap ya”.

    Setelah siap, aku dan Wahyudi langsung menuju salah satu swalayan tempat meeting point dengan teman lainnya. Setelah kami berkumpul, yang kami sadari adalah sekarang telah memasuki waktu Shalat Isya. Muncul pertanyaan yang mungkin sudah bisa ditebak, “solat dimana nih?”. Pertanyaan tersebut memancingku untuk menjawab, “di Ngesrep aja, deket kosku yang dulu”. jawabanku tersebut barangkali terlihat tidak berdasar, namun dari lubuk hati yang paling dalam ada maksud terselubung. Aku rindu tempat itu. Kami berempat berangkat, dan sesaat ingin sampai masjid tujuan, aku mendengar suara yang tak asing bagi telingaku.

“Nah ini yud, asli ya! Kangen banget aku sama suara adzan bapaknya ini”, Refleks mulutku berkata demikian setelah mendengar adzan yang kurindukan.

    Bukan hanya suaranya yang aku rindukan dari tempat ini, tapi segalanya. Padahal baru hampir satu semester aku pindah kos ke dekat kampus. Singkatnya, setelah wudhu aku menjadi orang kedua yang masuk ke masjid tersebut di waktu isya ini setelah bapak yang mengumandangkan adzan tersebut. Kubuka pintu Masjid Al-Kautsar Ngesrep ini, yang mana langsung membuat hidungku mencium wangi khas masjid yang belum berubah sama sekali. Aroma memanggil kenangan.

“Assalamu’alaikum pak”, salam pertamaku mengawali pembicaraan kami setelah beliau mematikan pengeras suara yang digunakannya untuk adzan barusan.

“Wa’alaikumsalam, monggo monggo”, jawabnya yang masih belum mengenali wajahku.

“Masih ingat saya pak?”, tanyaku dengan nada sedikit sok asik.

“Siapa ya mas?”, jawabnya dengan pertanyaan balik kepadaku.

“Ini Dery pak”, jawabku dengan harapan bapak ini masih ingat denganku.

“Oh, Dery. Lagi ada apa kesini?”, jawabnya yang masih dibubuhi pertanyaan.

“Ini lagi main aja pak, mau ke Ungaran ada acara dari kampus. Sekalian mampir”, Jawabku yang masih ragu apakah bapak ini masih benar-benar mengingatku.

“Oh ada acara apa? Berkaitan dengan geodesi?”, jawabannya yang satu ini meyakinkanku bahwa beliau masih ingat denganku.

“enggak pak ini cuma acara main aja pak”

“Oh ta kira ada acara apa gitu mas”, jawaban yang secara tak langsung mengakhiri pembicaraan kami sebelum kita sama-sama shalat sunnah.
Mereka sadar kamera, Ini Masjid Al Kautsar.


    Sekilas tentang beliau yang mana selalu lebih sering mendahuluiku untuk datang ke masjid selama aku masih ngekos di Ngesrep. Beliau juga pernah cerita kalau ternyata beliau adalah alumni Teknik Sipil Undip  tahun 1978, kalau tidak salah ya. Bukan hanya beliau, melainkan juga beberapa bapak sepuh tetangga beliau juga merupaka alumni Teknik Sipil Undip, termasuk salah satu imam tetap masjid ini, Pak Munawir. Waktu awal aku masih bersama ayahku disini, ayahku sering ngobrol dengan Pak Munawir. Sampai pada pertanyaan yang diajukan oleh ayahku waktuitu kepadaku,

 “Ri, menurut kamu itu bapak yang jadi Imam umurnya berapa?”, tanya ayahku dalam suatu obrolan yang aku sudah lupa kapan waktu tepatnya.

“berapa ya, ….,” aku lupa berapa jawabanku saat itu.

“Bapak itu umurnya 78 ri, tapi hafalannya masih kuat ya”, jawab ayahku. 

    Terdapat keraguan berapa umur Pak Munawir dalam tulisanku ini, yang aku ingat antara 76 atau 78 umur beliau saat itu. yang mana sekaligus membuatku yang di cap sebagai pemuda agen perubahan ini sedikit malu.

    Berbicara soal, tempat, wangi, dan suasana malam itu, yang mana tanpa sadar ternyata memancing diriku untuk mengakui bahwa “betapa rindunya aku dengan suasana disini”. Rindu pun memicu kekhusyukan dalam shalat. Membangkitkan jiwa yang telah lama tertunduk dengan agenda rapat dan program kerja. beginilah takdir, boleh jadi kita benci untuk melakukan sesuatu tapi ternyata apa yang dilakukan adalah salah satu obat mujarab penghilang kelelahan. Masih kuingat beberapa menit lalu kalau aku tidak berangkat dan lebih memilih tidur, mungkin tidak lahir tulisan ini. ☺


    Singkat cerita aku menjalankan agenda dengan penuh suka cita dan kenyang senang, serta selamat kembali sampai kosku lagi. Kuliah lagi. Rapat lagi. Proker lagi. Jangan lupa ngaji. Semangat!
Bonus, Foto mas-mas masak mie.

0 komentar: