Saat Aku Pulang (Part 2)

01.03 Dery Rizki Purwanto 0 Comments


              Begitu memasuki rumah, hal yang aku lakukan adalah melihat sekeliling ruang keluarga dan menemukan beberapa hal baru. Tertata disana dua buah freezer berbentuk kulkas(paham ga? Hehe), lalu meja dan bangku makan, serta televisi yang berubah kembali menjadi TV tabung setelah kemarin berganti TV LCD. Katanya, kursi dan meja makan itu pemberian dari adiknya mama, dan dua freezer untuk menambah kuantitas es batu yang dijual mama, sedangkan TV LCD-nya rusak. Selanjutnya aku shalat subuh lalu lanjut ngobrol santai dengan orang rumah. Ternyata ada beberapa kebiasaan yang berubah, sekarang mama jadi lebih pagi berangkat ke warung, warung ya? Beberapa hari belakangan aku berpikir bahwa Mas ku yang pertama sekarang kerja, kedua kakak ku juga kerja, aku kuliah jurusan teknik dan calon tukang kerja juga nanti, adik ku mengambil tata boga di SMK, lalu nanti siapa yang melanjutkan warung? Tiba-tiba teringat film “Cek Toko Sebelah” yang diperankan oleh Ernest Prakasa dkk. Mba Ririt yang jadi lebih siang ke kantor karena baru pindah kerja di tempat yang lebih manusiawi, katanya.
            Beberapa hal yang aku lakukan dirumah ya, makan es krim aise(u know lah merk ini), Di warung aku melihat freezer aise dengan varian rasa terlengkap yang pernah aku lihat, di Semarang aku jarang makan es krim sih. Dirumah juga aku beberapa kali diperintahkan untuk mengulek bumbu sayur atau bumbu apa yang perlu di-ulek, dan aku masih saja belum bisa mengulek se halus mama atau Mba ririt, entah ini sudah percobaan keberapa di beberapa tahun terakhir, namun belum juga mahir.
            Malam Ahad seperti biasa, aku ke Cilangkap dengan sahabatku, sosok yang sangat langka bukan karena sering diburu dan terancam punah, tetapi sosok yang terus bertahan pada pendirian di akhir zaman yang penuh dengan berbagai cobaan. Aku sengaja memintanya untuk lebih awal hadir disana supaya ada waktu untuk ngobrol dan mencurahkan isi hati yang perlu di keluh kesahkan. Ya memang lemah manusia ini. Meskipun ia adalah orang yang tidak ikut organisasi atau UKM kampus kecuali karena terpaksa tuntutan syarat suatu beasiswa, tapi aku yang notabene aktif di organisasi kampus sering meminta pendapat tentang organisasi kepadanya. Tidak ada batas untuk suatu nilai, dikosanku nyatanya lebih sopan dan asik adik tingkat yang bahkan tidak ikut pelatihan LKMMPD dibandingkan adik tingkat yang ikut pelatihan LKMMD (satu tingkat diatas LKMMPD). Banyak pelajaran yang diambil saat itu, ditambah intinya malam itu membahas tafsir Al-Baqarah mengenai riba, dan betapa baiknya agama kita ini, tidak sedikitpun dalam muamalah ingin merugikan manusia lain.
            Memang waktu pulang ini sangat singkat, hari senin aku ikut ayahku bekerja ke kota, yang dari kecil aku ikut sampai sekarang aku belum mahir mengenai pekerjaannya. Malam tiba, setelah mama banyak masak enak karena aku pulang, akhirnya beberapa potong daging rendang (sepertinya semuanya deh…) dibungkus untuk bekalku ke Semarang. Kalau ditanya kenapa mama masak enak saat aku di Jakarta, katanya mumpung anaknya lagi pulang. Mungkin mama sangat pengertian, bahwa anaknya diluar sudah terbiasa dengan makanan yang bukan masakannya. Padahal dari kecil aku selalu makan apa yang mama masak, keluarga kami sangat jarang membeli sayur ataupun lauk diluar, mama selalu memasak untuk kami. Begitulah.
            Setibanya di Pasar Senen, masih jam 10 malam saat itu, keretaku berangkat pukul 11 malam. Tapi, ayah bilang ingin pulang duluan, tidak seperti biasanya yang selalu menungguku hingga masuk kereta. Sudah ngantuk, katanya, sudah tua, katanya. Aku tersadar.
            Selesai.

0 komentar:

Saat Aku Pulang (Part 1)

07.11 Dery Rizki Purwanto 0 Comments


Bismillah,
            Jum’at tepatnya tanggal 26 Oktober lalu sebuah kajian Riyadhus Shalihin bab 96 mengenai memberikan wasiat atau nasihat kepada seorang sahabat tatlaka hendak berpisah atau safar, mengantarkan saya sebelum pulang ke Jakarta malam itu. Salah satu ayat yang dibawakan saat itu adalah surat Al-Baqarah ayat 132. Allah Ta’ala berfirman :
وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" [Al-Baqarah (2) : 132]
Nasihat yang merupakan sebuah inti dari kehidupan ini, dan harapan bagi setiap orang yang diberi hidayah oleh-Nya. Janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Setelah kajian, sahabatku yang datang bersama malam itu langsung meminta saya untuk mengamalkan isi dari kajian, karena aku termasuk dalam kategori ingin berpisah dengan mereka saat itu. Ya, meski hanya untuk beberapa hari. Sedikit hal yang harus direnungkan, Kita selalu punya teman untuk tertawa bareng, teman olahraga bareng, naik gunung atau hobi lainnya, tapi apakah kita punya teman yang diam-diam mendoakan kita, menyebut nama kita dalam keheningan suasana berdo’a, meminta kebaikan untuk kita kepada Sang Pencipta?
Suasana didalam kereta Ekonomi tapi kok nyaman.

Tepat pukul 20:20 kereta meluncur dari Stasiun Tawang Semarang dan dijadwalkan tiba di Stasiun Jatinegara pukul 2:52 dini hari. Setelah berpelukan dengan sahabatku yang mengantar sampai di stasiun, aku langsung mencari mesin pencetak tiket untuk segera bisa masuk kedalam stasiun yang sebentar lagi memberangkatkan kereta yang akan saya tumpangi. Tidak lupa aku mengabarkan kepada keluarga dirumah bahwa anak yang suka bikin gaduh di rumah akan segera sampai beberapa jam lagi. Sampai di Jatinegara, aku bertemu dengan salah satu rekan seperkuliahan yang juga pulang ke Jakarta malam itu. Lalu kami berdua memesan Ojek Online, dalam beberapa detik, pesanan rekanku ini langsung diterima. Tidak denganku yang harus menunggu agak lama sehingga ada yang bersedia mengantarku dari Jatinegara sampai ke Cibubur di pagi buta. Jelas, ongkos kami lumayan jauh beda. Rekanku butuh Rp. 10.000 untuk bisa sampai kerumahnya, sedangkan aku butuh Rp. 51.000. Jarak semakin jauh, bayaran menyesuaikan.
“Ya kalo didaerah sini mas, orang pada males kalo harus ambil yang jauh-jauh. Ini saya dapet masnya nganter jauh karena buangan aja dari yang lain gaada yang ngambil. Mereka itu yang penting deket dan bisa bolak-balik mas, soalnya berapapun nominalnya tetep dapet poinnya satu aja. Nanti kalo udah banyak poin bisa ada bonus. kalo saya mah gapapa mas, namanya rejeki”. Begitu kata Abang Ojek Online.
Abang bilang, kalau dia lagi asyik main Mobil Lejen dengan anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar, lalu datang orderanku. Padahal itu jam tiga pagi. Pandanganku sedikit buruk tentang kebiasaan hidup Abang ini, namun di dalam perjalanan ini juga Abang Ojek memberiku banyak pelajaran. Sepanjang perjalanan sepertinya kami tidak pernah habis bahan pembicaraan, mulai dari curhatan narik ojek, sampai dengan Ibadah Umroh.
Pasar Keramat Jati, entah kapan disana tidak macet.

“Biasanya kalo perhari dapet berapa bang narik?”, Tanyaku, mungkin agak sensitif.
“Mas, kalo saya sehari dapet dua ratus ribu itu udah pegel-pegel badan. Itu belum bersih ya mas. Saya tuh kalo makan selalu dirumah mas, kalo nongkrong di Basecamp juga paling ngopi segelas trus narik lagi. Soalnya, banyak ojek yang kerjaannya nongkrong doang mas di Basecamp dan pulang ga bawa duit. Saya gak mau kaya gitu mas. Saya ngerokok pun ini yang paling murah, apa itu namanya, yang waranya putih. Neslite ya?, ya Alhamdulillah lah mas”. Pertanyaan singkat yang dibalas dengan penjelasan paket komplit. Belum selesai, lalu Abang Ojek melanjutkan.
“Alhamdulillah saya udah Umroh mas, tahun 2016. Waktu itu saya daftar ada promo itu travel XXX(disamarkan), 14 Juta bisa Umroh. Biasanya 20 Juta mas. Tapi sekarang itu agen lagi ada masalah mas. Abis saya berangkat, saya bantuin ngurus temen sama perempuan tapi bukan suami istri. Perempuannya udah tua renta mas. Nah mereka berdua mau Umroh saya kasih tau dan urusin yang 14 Juta itu. Eh sampe sekarang bermasalah itu belum berangkat juga, ada kasus mas. Uangnya juga ga kembali. Ribet kalo ngurus-ngurus uang gitu apalagi udah ke ranah polisi mas.” Tambahannya mungkin sebagai toping pelengkap dari paket komplit sebelumnya yang ternyata belum bisa disebut paket komplit karena belum komplit (?).
“Mas abis darimana?”, ia gentian bertanya.
“Saya kuliah bang, di Semarang.”
“Ngambil apaan mas?”, lanjutnya.
“Teknik Geodesi di Undip bang”
“Wah Teknik Geodesi yang mana?”
Hmmmm… sudah kuduga. Entah berapa orang yang telah bertanya aku kuliah ambil apa namun berlanjut dengan pertanyaan apa itu Geodesi. Setelah sedikit kuberi gambaran, lalu Abang Ojek melanjutkan.
“Wah yang suka ngeker-ngeker gitu kan mas kalo tanah-tanah gitu?”, sambil memeragakan ngeker dengan tangan kirinya membentuk kode “oke” dengan pertemuan antara ibu jari dengan jari telunjuk.
“Nah iya, itu geodesi juga bang”.
Banyak wejangan dari Abang Ojek yang saya dapat, satu nasihat terakhir sesaat ingin sampai rumahku, ia bilang,
“Mas, kuliah yang fokus, gausah pikirin atau main-main sama perempuan dulu. Saya akuin bener mas, perempuan itu godaan terbesar buat laki-laki. Perempuan itu gampang mas, maksut saya tapi bukan berarti gampangan. Kalo kita cuek, perempuan yang agresif mas sekarang mah. Belajar dulu yang banyak, nanti perempuan dateng sendiri yang cocok”.
Tidak lama setelah itu, kami memasuki kawasan padat penduduk alias gang senggol yang hanya bisa dilewati satu mobil dan sangat sempit.
“Nah, ini baru nih Jakarta mas!”, begitu katanya.
Lalu saya bertanya, “Tau jalan baliknya bang?”.
“Kaga”, sambil sedikit tertawa.
Lalu setelah saya sampai, kami berpisah diwaktu subuh. Saya hanya bisa membekali dua gelas air mineral bungkusan. “Udah mas satu aja cukup saya”. Lalu dia mengembalikan satu kepadaku dan pamit.
Sampai dirumah, tentunya saya disambut orang pertama yang selalu membukakan saya pintu ketika saya pulang dari Semarang. Mama.
.
.
Bersambung Insya Allah …
.
Baca Juga :

0 komentar:

Bukan Fiersa Besari

17.58 Dery Rizki Purwanto 1 Comments


             Belakangan ini saya suka menonton channel Fiersa Besari di Youtube, terutama tentang Jurnal Perjalanannya yang membuat pikiran saya lebih terbuka mengenai sebuah perjalanan. Membuat saya ingin menumpahkan pikiran melalui tulisan kembali di blog ini. Mungkin benar, banyak orang mencari sebuah perjalanan hanya sekedar untuk pamer foto di sosial media, like, komentar, tanpa memerhatikan sisi kecil dari setiap langkah yang sebenarnya bisa di ambil pelajaran. Saya sendiri hanya sekedar suka untuk melakukan perjalanan, terutama main-main ke alam. Mungkin sudah mulai jatuh cinta? Mungkin.
                Tahun 2014, saat saya kelas 11, pertama kalinya saya mendaki gunung, Gunung Gede di Jawa Barat. Celana Jeans, tidak bawa jaket gunung, tidak cek isi dari sleeping bag sebelum berangkat (dan ternyata isi dari tas sleeping bag-nya pakaian dalam salah satu anak sispala SMA saya -_-), sok-sokan membawa carrier paling besar karena memang saat itu fisik saya masih sering ditempa lewat latihan bulutangkis, bahkan saya pakai sepatu bulutangkis Flypower  batik keluaran pertama saat itu yang biasanya saya gunakan untuk jogging, dan tujuan cuma satu, yaitu puncak. Pasti semua akan terbayar di puncak, dan ternyata tidak sepenuhnya benar. Mengapa tidak sepenuhnya benar? Karena semua sudah mulai terbayar saat saya bertemu dengan Surya Kencana, padang rumput luas yang dilalui via Gunung Putri. Ditambah lagi saat camp di Surya Kencana, malam hari disuguhi bintang-bintang yang bertebaran sangat banyak di langit, untuk pertama kalinya saya melihat langsung bintang terlihat dekat sebanyak itu.
Carrier saya berat, asli.

Ini foto terbaik surya kencana yang saya dapatkan di galeri saya, modelnya Ka Ayat.

                Beberapa hari disana membuat kami sangat akrab, waktu itu ada tujuh orang. Saya, Ravi dan Rika dari teman seangkatan saya di SMA, lalu Ka Ayat yaitu senior SMA saya yang lebih tua empat tahun dari saya (saat itu dia sudah kerja sebagai guru olahraga), Ka Ovi teman SMP ka Ayat, lalu Maulana dan Ade yang adalah Murid Ka Ayat di salah satu SMK di Jakarta. Yang saya pikirkan adalah sebegitu mudah gunung membawakan suasana hingga orang yang baru kenal pun bisa menjadi akrab, entah dengan keluhan “kapan sampe nya nih” atau dengan candaan kecil.
                Dari pendakian pertama, saya belajar bahwa terkadang hasil dari sebuah usaha itu tidak seberapa namun prosesnya lah yang lebih penting. Memang saat sampai puncak saya puas untuk pertama kalinya saya berada di atas awan 2958 mdpl, namun pertemuan pertama saya dengan Surya Kencana yang lebih sulit dilupakan. Saya belajar bagaimana menekan ego, mengurangi mengeluh meskipun saya memang masih sangat sering mengucapkan keluhan sampai sekarang. Saya belajar, bahwa segala hal membutuhkan persiapan yang matang (mana saya tahu kalo gunung sedingin itu dan butuh jaket tebal). Masih banyak pelajaran lainnya yang bisa saya ambil.

waktu itu tongsis baru naik daun, dan ini idenya Maul.

                Sepertinya tulisan gunung-gunung-an ini akan berlanjut, sampai tahun 2018 sepertinya saya semakin jatuh cinta dengan perjalanan yang melelahkan ini.


1 komentar:

Sambil Menyelam Minum Air di Ranu Kumbolo

21.26 Dery Rizki Purwanto 0 Comments

0 komentar:

Aktivis Nanggung (Part 1)

07.05 Dery Rizki Purwanto 1 Comments



Menjadi mahasiswa di Indonesia bagi saya dikaitkan kepada dua hal, kutu buku atau aktivis. Hanya secara garis besar, dan diliat dari segi kesibukan kegiatan. Saya teringat hampir sekitar satu tahun lalu saat ingin mendaftar menjadi panitia POR Teknik sebagai bagian dari bidang badminton tentunya, dalam wawancara saya ditanya
“kalo boleh tahu, sekarang ikut organisasi apa saja atau kepanitiaan apa saja?”.
Saya dengan sans menjawab, “saya di himpunan sebagai staff PSDM(Kaderisasi), di Rohis Jurusan sebagai staff Mentoring, lalu di UPK Badminton FT sebagai pengurus perlengkapan, lalu untuk kepanitiaan dekat ini saya sebagai ketua pelaksana PMB Teknik Geodesi”.
Lalu pewawancara bilang, “Wah Aktivis ya ternyata”.
Saya berpikir, “Masa sih?” Karena saya melihat beberapa teman saya banyak yang lebih canggih, ada yang ikut dua organisasi tingkat fakultas dan ikut dua juga yang tingkat jurusan, lalu ada yang ikut sampai total enam organisasi, dan sebagainya.
Jadi menurut saya, “Ah engga juga”. Tapi kalo dirasain, ya lumayan menyita waktu juga. Mungkin ini yang dinamakan Aktivis Nanggung.
          Beberapa waktu lalu saya terikat dengan sebuah kepanitiaan tingkat fakultas, dan sekarang tiba-tiba terikat lagi dengan acara lainnya, dan saya sedang berada di Masjid Kampus(Maskam) untuk menunggu meja registrasi peserta acara tersebut. Sambil menunggu peserta datang, saya menguping suatu pembicaraan antara seorang mualaf yang jauh-jauh dari Makassar untuk ikut kajian di Maskam,dan ternyata dia sedang berbicara dengan mas mantan ketua bem di fakultas sebelah yang sebelumnya menjadi pembicara di acara yang mana saya adalah LO masnya. Pembicaraan banyak yang bisa saya ambil hikmahnya, diantara kalimat terbaik yang saya dapatkan dari percakapan tersebut adalah,
      “saya ga peduli nanti pas wisuda berapa nilai saya, saya ga begitu mengharapkan untuk cumlaude, saya akan sangat bahagia apabila saat itu doa saya dikabulkan yaitu kedua orang tua saya dapat hidayah”, Mungkin kalo ga pas masnya wisuda, ya kapan pun itu semoga di ijabah oleh Allah.
          Sebelumnya saya juga mendapat hikmah besar dari salah satu teman yang sakit secara tiba-tiba, dan Alhamdulillah sekarang sudah sehat dan sering ke kajian, semoga Allah menjaganya dalam ketaatan kepada-Nya. Namun, cerita yang satu itu tidak bisa saya ceritakan disini. Kembali ke Maskam, setelah itu masuk adzan maghrib, mas R (pria mualaf) solat disamping saya, pojok kiri depan, sebelumnya dia sempat menyapa setelah aku beri salam,
    “wah kaka wangi sekali, sunnah ya pakai wewangian”, lalu saya menawarkan minyak wangi(bukan untuk jualan) kepadanya sambil kenalan dan sedikit ngobrol.
      Setelah itu malamnya saya berangkat ke tempat acara yang berada di Ungaran (Puncaknya Semarang, biasanya orang Jakarta kan kenalnya Puncak itu ya Bogor XD).
         Satu pekan setelah acara tersebut, UTS pun dimulai, sabuk pengaman mulai dikencangkan. Kopi dan kawan-kawannya disiapkan untuk tempur. Qadarullah, saat masuk hari pertama UTS saya merasa kurang enak badan, lemas dan mual saat makan. Di hari kedua dan ketiga UTS saya tidak ikut dan kehilangan 4 Mata kuliah di UTS. Sampai sekarang setelah berjuang kesana kemari saya masih belum tahu bagaimana, iya bagaimana ya. Kembali ada hikmah dibalik ini, saya jadi sering ke ruang dosen dan Kepala Departemen, lebih sering nampang wajah. Bukan itu sih niatnya, ya untuk belajar komunikasi juga. Dan secara tidak terasa, ada tiga laporan praktikum yang tertumpuk, dan satu laporan tugas besar.  Saat telah masuk perkuliahan setelah UTS, di matkul Kerangka Vertikal, saya makin sadar bahwa saya sebenarnya kuliah untuk mempelajari apa XD. Ya gitulah. 4 matkul. hmm. wkwkwk sans lah.
                Meski sekarang tidak melanjutkan karir di Himpunan, dan mendapat amanah di tempat lain, nyatanya masih tetap sama. Sering bertanya “kapan saya belajar?” disaat harus membagi waktu antara kuliah, organisasi, belajar diluar kuliah, tugas, mencari uang tambahan, dan sebagainya. Ya…. Alhamdulillah. Di semester ini banyak pelajaran yang bisa di ambil, sangat banyak. Sebenarnya masih banyak cerita, cuma ya kurang enak diceritain disini, dan masih dikejar laporan dan deadline lainnya. Saatnya kembali ke kehidupan nyata XD. Semoga bisa diambil hikmahnya dari curhatan saya diatas.
Bonus :
Bonus Foto sama Aktivis beneran.


1 komentar:

Membuktikan Sebuah Pernyataan

03.02 Dery Rizki Purwanto 0 Comments

      
Stadion Undip.
     Tak terasa sudah kembali lagi ke kota lumpia, setelah sebulan pas berlibur di Jakarta. Tentunya setiap liburan memiliki kisah masing-masing, liburan kali ini ditutup dengan kemenangan Anthony Ginting dalam ajang BWF Tour di kandang sendiri setelah beberapa tahun terakhir puasa gelar tunggal putra di Istora. Judul post kali ini juga berawal dari kemenangan Anthony di Semifinal kemarin, serasa kembali ke era(sok tua) saya masih berkecimpung(hmm..) di olahraga tepok bulu. Semifinal, karena saat itu Anthony mengalahkan the great wall, Chen Long. Sesaat diri berbisik dalam hati, “Terimakasih, karena telah mewakilkan kami semua yang pernah bermimpi bisa menjadi juara di Istora”. Lalu saya bertanya, “kapan terakhir kali Olahraga?”. Semenjak tidak latihan rutin, frekuensi  olahraga jadi berkurang drastis. Untuk kesekian kalinya saya merencanakan untuk bisa Olahraga rutin tiap pekan, Jogging, seperti yang sering saya lakukan dahulu.
     Sesampainya saya di Semarang, hampir sepekan lalu saya Jogging di stadion Undip. Lima putaran tepat, saya memutuskan untuk berjalan untuk pendinginan. Kali ini berbeda, degup jantung semakin kencang, saya langsung mempercepat langkah berjalan supaya bisa bertahap menenangkan degupnya, dan Alhamdulillah efektif. Saat itu saya langsung teringat beberapa perkataan orang-orang disekitar saya “ya meskipun udah ga latihan rutin, olahraganya tetep jalan aja.”, “Tetep lakuin aja, frekuensinya sedikit kurangin. Sayang kalo sampe ilang total.”, ya selama ini saya merasa penurunan fisik yang drastis saat bermain bulutangkis, benar-benar lemah. Dasar payah, dasar lemah. Padahal mukmin yang kuat lebih dicintai Allah,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan[1]
      Lalu apa pernyataannya? Sebenarnya ini hanya pernyataan dari orang-orang secara umum saja, bukan dari seorang ilmuwan.
       “Disaat kamu telah mendapatkan sesuatu, lalu kamu tidak bisa pertahankan itu, maka meraihnya kembali jauh lebih sulit daripada meraihnya pertama kali.”
       Sebenarnya fisik saya dalam cerita diatas itu mungkin sudah termasuk parah, sebelumnya saya memang sudah merasa penurunan fisik ini harus ditindak lanjuti. Namun, ya meraihnya kembali memang susah. Banyak godaan ini itu. Mungkin ini masalah pribadi aja ya.
     Bukan hanya fisik, ini berlaku untuk hal apapun menurut saya, kecuali atas izin Allah ta’ala. Contoh lainnya adalah menghafal Al-Qur’an. Pada kajian 20 Januari 2018 kemarin, di Masjid Hijau Nurul Iman Cilangkap kedatangan tamu spesial, Syaikh Harits Al-Arjaliy (Meskipun bagi saya setiap malam ahad disana adalah hal yang spesial). Beliau masih muda, sekitar 18 tahun usianya, dan  telah memegang sanad dari Ayahnya sendiri sampai ke Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam kesempatan ini beliau memaparkan poin-poin yang akan membantu dalam menghafal Al-Qur’an. Di poin ke 9, “Setelah hafal, maka Murajaah(mengulang-ulang hafalan)”. "Hafalan gampang hilang, karena maksiat, kalo hanya diam(tanpa murajaah) maka akan merasa belum pernah menghafalkan ayat itu sama sekali”. “Memutqin ayat yang di hafal (menguatkan hafalan), kemudian kamu lupa ayat tesebut, mau mengembalikan hafalan tersebut, itu lebih sulit”. Ya memang begitu kenyataannya, mungkin banyak juga yang telah merasakannya. Kehidupan ini selalu menuntut untuk istiqamah. Rutin. Terus menerus. meski sedikit.

      Pesan di akhir pertemuan malam itu, Umur muda adalah waktu emas untuk menghafal Al-Qur’an. Tolong umur-umur muda ini dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebagaimana pepatah mahsyur yang memiliki arti sangat dalam saat direnungkan, 

Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu.

       Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga ke-istiqamah-an kita dalam ketaatan kepadanya,
       Wallahu a’lam.

Semarang, 6 Februari 2018, 17.39



[1]Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664); Ahmad (II/366, 370); Ibnu Mâjah (no. 79, 4168); an-Nasâ-i dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 626, 627); at-Thahawi dalam Syarh Musykilil Aatsâr (no. 259, 260, 262); Ibnu Abi Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 356).
Dishahihkan oleh Syaikh al-Bani rahimahullah dalam Hidâyatur Ruwât ila Takhrîji Ahâdîtsil Mashâbîh wal Misykât (no. 5228).
 Sumber: https://almanhaj.or.id/3841-mukmin-yang-kuat-lebih-baik-dan-lebih-dicintai-oleh-allah-subhanahu-wa-taala.html

0 komentar: