Membuktikan Sebuah Pernyataan

03.02 Dery Rizki Purwanto 0 Comments

      
Stadion Undip.
     Tak terasa sudah kembali lagi ke kota lumpia, setelah sebulan pas berlibur di Jakarta. Tentunya setiap liburan memiliki kisah masing-masing, liburan kali ini ditutup dengan kemenangan Anthony Ginting dalam ajang BWF Tour di kandang sendiri setelah beberapa tahun terakhir puasa gelar tunggal putra di Istora. Judul post kali ini juga berawal dari kemenangan Anthony di Semifinal kemarin, serasa kembali ke era(sok tua) saya masih berkecimpung(hmm..) di olahraga tepok bulu. Semifinal, karena saat itu Anthony mengalahkan the great wall, Chen Long. Sesaat diri berbisik dalam hati, “Terimakasih, karena telah mewakilkan kami semua yang pernah bermimpi bisa menjadi juara di Istora”. Lalu saya bertanya, “kapan terakhir kali Olahraga?”. Semenjak tidak latihan rutin, frekuensi  olahraga jadi berkurang drastis. Untuk kesekian kalinya saya merencanakan untuk bisa Olahraga rutin tiap pekan, Jogging, seperti yang sering saya lakukan dahulu.
     Sesampainya saya di Semarang, hampir sepekan lalu saya Jogging di stadion Undip. Lima putaran tepat, saya memutuskan untuk berjalan untuk pendinginan. Kali ini berbeda, degup jantung semakin kencang, saya langsung mempercepat langkah berjalan supaya bisa bertahap menenangkan degupnya, dan Alhamdulillah efektif. Saat itu saya langsung teringat beberapa perkataan orang-orang disekitar saya “ya meskipun udah ga latihan rutin, olahraganya tetep jalan aja.”, “Tetep lakuin aja, frekuensinya sedikit kurangin. Sayang kalo sampe ilang total.”, ya selama ini saya merasa penurunan fisik yang drastis saat bermain bulutangkis, benar-benar lemah. Dasar payah, dasar lemah. Padahal mukmin yang kuat lebih dicintai Allah,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan[1]
      Lalu apa pernyataannya? Sebenarnya ini hanya pernyataan dari orang-orang secara umum saja, bukan dari seorang ilmuwan.
       “Disaat kamu telah mendapatkan sesuatu, lalu kamu tidak bisa pertahankan itu, maka meraihnya kembali jauh lebih sulit daripada meraihnya pertama kali.”
       Sebenarnya fisik saya dalam cerita diatas itu mungkin sudah termasuk parah, sebelumnya saya memang sudah merasa penurunan fisik ini harus ditindak lanjuti. Namun, ya meraihnya kembali memang susah. Banyak godaan ini itu. Mungkin ini masalah pribadi aja ya.
     Bukan hanya fisik, ini berlaku untuk hal apapun menurut saya, kecuali atas izin Allah ta’ala. Contoh lainnya adalah menghafal Al-Qur’an. Pada kajian 20 Januari 2018 kemarin, di Masjid Hijau Nurul Iman Cilangkap kedatangan tamu spesial, Syaikh Harits Al-Arjaliy (Meskipun bagi saya setiap malam ahad disana adalah hal yang spesial). Beliau masih muda, sekitar 18 tahun usianya, dan  telah memegang sanad dari Ayahnya sendiri sampai ke Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam kesempatan ini beliau memaparkan poin-poin yang akan membantu dalam menghafal Al-Qur’an. Di poin ke 9, “Setelah hafal, maka Murajaah(mengulang-ulang hafalan)”. "Hafalan gampang hilang, karena maksiat, kalo hanya diam(tanpa murajaah) maka akan merasa belum pernah menghafalkan ayat itu sama sekali”. “Memutqin ayat yang di hafal (menguatkan hafalan), kemudian kamu lupa ayat tesebut, mau mengembalikan hafalan tersebut, itu lebih sulit”. Ya memang begitu kenyataannya, mungkin banyak juga yang telah merasakannya. Kehidupan ini selalu menuntut untuk istiqamah. Rutin. Terus menerus. meski sedikit.

      Pesan di akhir pertemuan malam itu, Umur muda adalah waktu emas untuk menghafal Al-Qur’an. Tolong umur-umur muda ini dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebagaimana pepatah mahsyur yang memiliki arti sangat dalam saat direnungkan, 

Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu.

       Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga ke-istiqamah-an kita dalam ketaatan kepadanya,
       Wallahu a’lam.

Semarang, 6 Februari 2018, 17.39



[1]Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664); Ahmad (II/366, 370); Ibnu Mâjah (no. 79, 4168); an-Nasâ-i dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 626, 627); at-Thahawi dalam Syarh Musykilil Aatsâr (no. 259, 260, 262); Ibnu Abi Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 356).
Dishahihkan oleh Syaikh al-Bani rahimahullah dalam Hidâyatur Ruwât ila Takhrîji Ahâdîtsil Mashâbîh wal Misykât (no. 5228).
 Sumber: https://almanhaj.or.id/3841-mukmin-yang-kuat-lebih-baik-dan-lebih-dicintai-oleh-allah-subhanahu-wa-taala.html

0 komentar: